Rabu, 23 Maret 2011

Penyebab Timbulnya Kafir Besar (al-Kufru al-Akbar)

Hal-Hal yang Menyebabkan Timbulnya Kafir Besar (al-Kufru al-Akbar)

Hal-hal yang dapat menyebabkan kafir besar adalah sebagai berikut.

Tidak Menetapkan Pokok Iman secara Mutlak

Hal ini dapat terjadi karena penyimpangan dari syarat-syarat penetapan keimanan dari segi perkataan hati dan perbuatannya, yaitu kepercayaan dan ketaatan. Penyimpangan ini memiliki berbagai bentuk yang semuanya menunjukkan penolakan terhadap apa yang dibawa Rasulullah saw, baik dengan mendustakannya, berpaling darinya, meragukannya, atau mengingkarinya.

Jika perkataan hati yang tercermin dalam pengetahuan dan kepercayaan pada keterangan (berita) yang datang dari Rasulullah saw itu menyeleweng, hal itu merupakan kafir dusta atau berpaling atau ragu.

Ibnu Qayyim ra berkata, “Kafir dusta (takdzib) adalah meyakini bahwa Rasulullah saw dusta. Kafir ini sedikit dan jarang terdapat pada kalangan orang-orang kafir, karena Allah SWT telah menguatkan rasul-rasul-Nya dan memberikan bukti-bukti kepada mereka dan tanda-tanda atas kebenaran mereka, yang dengannya hujjah ditegakkan dan pengampunan (karena kebodohan) ditiadakan.”

Tentang kafir berpaling (i’radh), ia mengatakan, “Pendengaran dan hatinya berpaling dari Rasulullah saw, tidak membenarkannya dan tidak pula mendustakannya, tidak menolongnya dan tidak pula memusuhinya, dan sama sekali tidak menghiraukan apa yang beliau bawa. Jelaslah bahwa sikap tersebut menunjukkan tidak adanya kepercayaan dan tidak pula ketaatan karena berpaling, sehingga hal demikian merupakan kafir yang besar karena sama sekali tidak ada pokok iman di dalam dirinya.”

Adapun jika penyelewengan terjadi pada perbuatan hati dan anggota badan, yaitu ketundukan dan ketaatan, hal itu adalah kafir ingkar dan takabbur, karena adanya pengetahuan di dalam batinnya, bahkan keyakinan dalam dirinya tentang kebenaran berita dari Allah SWT, sebagaimana firman-Nya, “Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan, padahal hati mereka meyakini (kebenarannya). Maka perhatikanlah, betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.” (An-Naml: 14). Ayat ini merupakan dalil tentang kesombongan jiwa dan tabiat-tabiat keingkaran.

Di dalam Ma’arijul Qabul, ia juga mengatakan, “Jika ia menyembunyikan kebenaran, sedangkan ia mengetahui kebenarannya, hal itu adalah kafir ingkar (juhud) dan kitman (menyembunyikan kebenaran).”

Allah SWT berfirman yang artinya, “Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan, padahal hati mereka meyakini (kebenarannya). Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.” (An-Naml: 14).

“Dan setelah datang kepada mereka Alquran dari Allah SWT yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang mereka telah ketahui, lalu mereka ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.” (Al-Baqarah: 89).

“Orang-orang (Yahudi dan Nashrani) yang telah Kami beri al-kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui. Kebenaran itu adalah dari Rabbmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (Al-Baqarah: 146-147).

Jika tidak ada perbuatan hati dan tidak pula anggota badan, sedangkan ia mengetahui berita dari Rasulullah saw dan mengakuinya dengan lisan, maka hal itu adalah kafir ingkar (‘inad) dan takabbur (istikbar), seperti kafirnya iblis dan sebagian orang-orang Yahudi yang menyaksikan bahwa Rasulullah saw benar, tetapi mereka tidak mengikutinya seperti Hayyi bin Akhthab, Ka’ab bin al-Asyraf, dan lain-lain.
Menetapkan Pokok Iman secara Lahir Tanpa Batin

Bentuk kekafiran ini adalah kafir nifaq (munafik), yaitu menampakkan keimanan secara lisan dan perbuatan anggota badan, sementara hatinya tidak mempercayai dan tidak taat pada ajaran agama.

Di dalam kitab Ma’arij Qabul dijelaskan bahwa, “Jika hati kosong dari niat, keikhlasan dan kecintaan disertai ketaatan anggota badan secara lahir, hal itu adalah kafir nifaq, terdapat pengakuan mutlak maupun tidak ada, tidak adanya kepercayaan karena mendustakan maupun meragukan. Allah SWT berfirman, “Di antara manusia ada yang mengatakan: ‘kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian’, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.” (Al-Baqarah: 8).

Para ulama menyebutkan enam macam dari kekafiran ini, yaitu:
Mendustakan Rasulullah saw.
Mendustakan sebagian ajaran yang di bawa Rasulullah saw.
Membenci Rasulullah saw.
Membenci sebagian ajaran yang di bawa Rasulullah saw.
Merendahkan agama Rasulullah saw.
Enggan (benci) berjuang untuk menyebarkan agama rasulullah saw.

Menetapkan Iman secara Hakiki, Kemudian Berpaling darinya

Jika iman tidak dapat terealisasi kecuali dengan terealisasinya unsur-unsurnya dari perkataan dan perbuatan secara lahir dan batin, dan jika kekafiran itu merupakan penyimpangan salah satu dari unsur-unsur tersebut yang menyentuh pokok iman, maka terealisasinya keimanan seseorang tidak lantas menjaminnya terbebas dari neraka, kecuali jika ia meninggal dalam keadaan iman dan tidak ada perkataan, perbuatan, dan keyakinannya yang bertentangan dengan pokok iman.

Jika di dalam diri seseorang terdapat perbuatan, perkataan atau keyakinan yang bertentangan dengan pokok iman, maka keimanannya hilang dan karenanya ia keluar dari iman menjadi kafir. Na’udzubillah (kita mohon perlindungan kepada Allah dari hal ini).

Para ulama telah mengemukakan hal-hal yang bertentangan dengan pokok iman ini di dalam kitab-kitab mereka, baik mengenai hukum murtad (keluar dari Islam), maupun buku-buku khusus yang membahas penyimpangan-penyimpangan tersebut. Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab telah menghimpun penyimpangan-penyimpangan yang bertentangan dengan pokok iman dalam risalah tersendiri, yang merupakan buku yang paling lengkap dalam persoalan ini.

Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan, “Ketahuilah bahwa hal-hal yang bisa menggugurkan (merusak) Islam ada sepuluh macam, yaitu:

Pertama, syirik (menyekutukan Allah) dalam beribadah kepada Allah SWT.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (An-Nisa’: 48).

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya sorga dan tempatnya ia adalah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang yang zalim itu seorang penolong pun.” (Al-Maidah: 72). Contohnya adalah seperti menyembelih bukan untuk Allah, tetapi untuk jin atau kuburan.

Kedua, orang yang membuat perantara-perantara antara dirinya dengan Allah, meminta syafa’at kepada mereka, dan menggantungkan diri kepada mereka. Hal ini kafir secara Ijma’ (konsensus ulama).

Ketiga, orang yang tidak mengafirkan orang-orang musyrik atau meragukan kekafiran mereka atau membenarkan aliran mereka.

Keempat, orang yang berkeyakinan akan adanya petunjuk yang lebih lengkap daripada petunjuk Nabi saw atau hukum lain lebih baik dari hukum beliau, seperti orang yang mendahulukan hukum orang-orang yang sesat daripada hukum beliau.

Kelima, orang yang membenci sesuatu yang di bawa oleh Rasulullah saw, meskipun ia melakukan hal itu.

Keenam, orang yang mengolok-olok sesuatu yang di bawa oleh Rasulullah saw, atau pahala dan siksanya.

“… katakanlah, ‘apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman….” (At-Taubah: 65-66).

Ketujuh, Sihir, seperti mantra-mantra dan jampi-jampi. Orang yang melakukannya atau menyetujuinya adalah kafir.

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman itu tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedangkan keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, ‘Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir’. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seseorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui.” (Albaqarah: 102).

Kedelapan, mendampingi dan membantu orang-orang musyrik yang memerangi kaum muslimin.

“Barangsiapa di antara kamu mangambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah SWT tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah: 51).

Kesembilan, orang yang berkeyakinan bahwa manusia dapat keluar dari (boleh tidak mengikuti) syariat Muhammad sebagaimana Khidhir keluar dari syariat Musa as.

Kesepuluh, berpaling dari agama Allah SWT, tidak mempelajarinya dan tidak pula mengamalkannya.

“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabbnya, kemudian ia berpaling daripadanya. Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.” (As-Sajdah: 22).

Semua hal yang disebutkan di atas mempunyai bahaya yang besar, dan sering manusia terjebak di dalamnya. Oleh karena itu, seorang muslim wajib waspada dan menghindarinya serta takut akan hal itu sehingga tidak menimpa dirinya.

Sumber: Al-Jahlu bi Masaailil I’tiqaad wa Hukmuhu, Abdurrazzaq bin Thahir bin Ahmad Ma’asy

10 dalail tentang kesombongan

Berikut ini 10 dalil terkait dengan sombong, tapi tentunya masih banyak dalil lain yang berhubungan dengan kesombongan:

1. “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu
berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri. “ (QS. Luqman:18)
2. “Wahai manusia kalian semua fakir sangat membutuhkan Allah sedangkan Allah Maha Kaya
lagi Maha Terpuji.” (al-Fathir: 15)
3. “Turunlah engkau dari surga karena tidak pantas engkau berlaku sombong di dalamnya.
Keluarlah! Sesungguhnya engkau termasuk orang yang hina.”(QS.al-A’raf: 13)
4. Kesombongan Qorun: “Harta ini aku dapatkan karena ilmuku.”(QS.al-Qashash: 78)
5. ”Kebesaran adalah pakaian-Nya dan kesombongan adalah selendang-Nya. (Allah Ta’ala
berfirman): Barang siapa menyaingi Aku pada keduanya pasti Aku azab ia.” (HR. Muslim
dari Abu Hurairah ra)
6. “Tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan meski sebutir atom.” (HR.
Muslim dari Abdullah bin Mas’ud ra)
7. Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw,” Seseorang itu tentu senang kalau
pakaiannya bagus dan sandalnya pun indah. Apakah itu sombong?” Beliau saw menjawab
pertanyaan tersebut dan menerangkan hakikat sombong,” Allah itu Maha Indah dan menyukai
keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran (bathru al-Haq) dan merendahkan orang lain
(ghamtu al-Nâs).
“Maha suci Dia pemilik keperkasaan, kekuasaan, kebesaran dan keagungan.” (HR.Abu Dawud
dari ‘Auf bin Malik al-Asyja’i ra)
8. Dari Haritsah bin Wahb ra berkata: “Saya mendengar Nabi Muhammad saw bersabda, “Maukah
kamu sekalian aku beritahu tentang ahli neraka? Yaitu setiap orang yang kejam, rakus,
dan sombong.” (HR. Bukhari dan Muslim)
9. Dari Abu Hurairah ra bahwasannya Nabi Muhammad saw bersabda: “Sesungguhnya pada hari
kiamat nanti Allah tidak akan melihat orang yang menurunkan kainnya di bawah mata kaki
karena sombong.” (HR Bukhari dan Muslim)
10. Dari Abu Hurairah ra berkata, Nabi Muhammad saw bersabda: “Ada tiga kelompok orang yang
nanti pada hari kiamat Allh tidak akan berbicara dengan mereka, Allah tidak akan
membersihkan (mengampuni dosa) mereka, dan Allah tidak akan memandang mereka, serta
mereka akan disiksa dengan siksaan yang pedih, yaitu: orang tua yang berzina, raja
(penguasa) yang suka bohong, dan orang miskin yang sombong.” (HR. Muslim)

Kesombongan

I. Pendahuluan

Kesombongan adalah sifat yang muncul seiring dengan keberadaan manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT. Sifat ini sudah berusia ratusan bahkan ribuan tahun sebelum kita lahir. Namun penyakit ini hingga kini terus melanda manusia. Sombong adalah sifat yang dibenci oleh manusia dan juga Allah. Sombong termasuk dalam kategori penyakit yang tumbuh dalam jiwa manusia, jin dan syaithan. Kisah pertama munculnya sombong adalah berawal dari syaithan yang merasa lebih tinggi dari manusia. Ketika ia diperintahkan oleh Allah untuk sujud kepada Adam as. sebagai tanda penghormatan, syaithan menolaknya karena ia merasa lebih baik dari Adam ‘alaihis salam.

Kesombongan keseluruhannya adalah sifat yang tercela. Yang berhak menyandang kesombongan adalah Allah SWT, karena Dia-lah yang memiliki segalanya. Kesombongan berakibat kesengsaraan, tidak ada manfaat sama sekali bagi manusia yang mempunyai sifat ini. Allah SWT berfirman dalam QS. Al Mu’minun (23) : 56, “Tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kesombongan yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya.”

II. Hakikat Kesombongan

Kesombongan pada dasarnya adalah perangai yang ada dalam jiwa yaitu kepuasan dan kecenderungan kepada penglihatan atas orang yang disombonginya. Kesombongan menuntut adanya pihak yang disombongi dan hal yang dipakai untuk sombong. Pada saat ia merasa memiliki kesempurnaan dibandingkan dengan orang lain hingga dalam hatinya timbul anggapan, kepuasan, kesenangan dan kecenderungan terhadap keyakinan tersebut maka ia telah takabur. Perangai kesombongan meliputi perasaan merasa benar, seolah manusia memandangnya dalam pandangan keyakinan dirinya bahwa ia besar, sempurna atau terbaik.

Bila keyakinan ini dilanjutakn dengan perbuatan secara zhahir dengan meremehkan orang lain maka ini disebut takabur. Ia sudah merasa besar, lebih baik dan merendahkan orang lain, menjauh dan tidak mau duduk bersama dengan yang bukan yang sebanding dengannya.

III. Keburukan yang ditimbulkan dari kesombongan

1. Kesombongan menjadi penghalang masuk syurga

Kesombongan menghalangi semua akhlaq yang seharusnya disandang oleh orang mu’min, sedang akhlaq-akhlaq itu merupakan pintu-pintu syurga dan kesombongan merupakan penutupnya. Ia tidak bisa mencintai kaum muslimin karena ia lebih mencintai dirinya sendiri dan ia merasa dirinya yang lebih baik sehingga bagaimana mungkin orang lain dapat masuk dalam hatinya. Ia juga tidak dapat terbebas dari melecehkan orang lain karena ia merasa lebih baik dari orang lain.
Hadits: “Tidak akan masuk syurga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar dzarrah.” (HR. Bukhari)

2. Kesombongan berakibat buruk bagi dirinya di dunia dan juga di akhirat

Sifat sombong yang bersemayam dihatinya akan mengakibatkan sikap merasa dirinya lebih baik dari orang lain. Dialah yang memiliki banyak ilmu, paling alim, banyak harta, paling pintar, paling kaya dan sebagainya. Dengan sikap seperti itu maka manusia akan menjauhinya, mereka tidak akan senang bersama orang yang sombong, mereka juga tidak akan sudi menolong orang yang sombong. Di akhirat orang tersebut juga akan mendapat cela tidak hanya dari malaikat namun juga akan dimasukkan ke dalam neraka oleh Allah SWT dan mereka juga akan dipersalahkan oleh pengikutnya. (QS. Az Zumar (39) : 72, Maryam (16) : 69).

IV. Tingkatan kesombongan dan pihak yang disombonginya
1. Sombong kepada Allah SWT

Ini adalah kesombongan yang paling keji. Penyebabnya adalah kebodohan dan pembangkangan. Kisah Fir’aun menjadi saksinya.

“Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri tidak mau beribadah kepada-Ku, mereka akan masuk neraka Jahanam dengan hina dina.”

2. Sombong kepada para rasul

Kesombongan ini akibat dari keengganan jiwa untuk mematuhi manusia yang seperti mereka (rasul). (QS. Al Mu’minun (23) : 47, Yasin (36) : 15, Al Furqan (25) : 21)

3. Kesombongan terhadap para hamba

Kesombongan ini muncul sebagai akibat merasa dirinya paling terhormat, lebih baik dan melecehkan orang lain sehingga tidak mau patuh kepada mereka, meremehkan mereka dan tidak mau sejajar dengan mereka. Sifat ini tidak layak dimiliki manusia, karena yang berhak memiliki sifat ini adalah Allah SWT.

Dalil Hadits qudsi: “Kebesaran adalah kain sarung-Ku dan kesombongan adalah selendang-Ku. Barang siapa yang melawan Aku pada keduanya niscaya Aku akan menghancurkannya.”

V. Penyebab Kesombongan
1. Ilmu Pengetahuan ; Ilmu pengetahuan dapat menjangkiti para ulama (para intelektual) karena dengan ilmunya ia merasa tinggi dan orang lain tidak mampu menyainginya.
2. Amal dan Ibadah ; Orang ahli ibadah dan zuhud tidak dapat juga terlepas dari nistanya kesombongan ini. Kesombongan itu menyelinap ke dalam diri mereka, baik menyangkut urusan agama maupun dunia.
Dalil Hadits: “Cukuplah seseorang dinilai telah melakukan kejahatan bila ia merendahkan saudaranya sesama muslim.” (HR. Muslim)
3. Nasab/Keturunan ; Orang yang memiliki nasab mulia akan menganggap orang lain hina.
Dalil Hadits: “Hendaklah orang-orang meninggalkan kebanggaan terhadap nenek moyang mereka yang telah menjadi batu bara di neraka jahanam atau (jika tidak) mereka akan menjadi lebih hina di sisi Allah dari kumbang yang hidungnya mengeluarkan kotoran.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi dan Ibnu Hibban)
4. Harta Kekayaan ; Hal ini terjadi pada hartawan dan raja-raja yang membanggakan harta kekayaannya. (QS. Qashash (28) :79)
5. Kecantikan dan Ketampanan
6. Kekuatan dan Keperkasaan
7. Pengikut, pendukung, murid, pembantu keluarga, kerabat dan anak ; Hal ini dapat terjadi bagi para pemimpin baik negarawan, raja, pemuka ataupun ulama yang bersaing memperbanyak anggotanya.

VI. Cara Mengobati Kesombongan

Cara mengobati kesombongan dengan mengikis habis sampai ke akar-akarnya dan mencabut pohonnya dari tempat tanamannya yang bersemayam di dalam hati, yaitu:

1. Pengobatan melalui ilmu (‘ilaj ilmi)
Yaitu melalui pengenalan diri pada Tuhannya. Apabila ia telah mengenal dirinya dengan benar maka ia akan mengetahui bahwa ia hanyalah salah satu dari makhluk-Nya dan seorang hamba yang memiliki keterbatasan dan kekurangan. Dengan demikian ia akan menyadari bahwa ia sama sekali tidak berhak menyandang kesombongan. Jika dibandingkan dengan Allah SWT, ia tidak mempunyai sesuatu apapun yang bisa disombongkan.

2. Pengobatan secara perbuatan (‘ilaj Amali)
Yaitu melalui sikap tawadhu. Ia bersikap tawadhu kepada Allah SWT dengan amal ibadahnya dan kepada makhluk-Nya dengan senantiasa menjaga akhlaq seperti orang-orang yang tawadhu seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat.

Kamis, 17 Maret 2011

Misteri di Balik Sejarah Tahun Jawa


Menurut Babad Jawa, sejak masa purbakala masyarakat di pulau Jawa sudah memiliki kebudayaan asli yang memperhitungkan ilmu perbintangan. Ilmu pengetahuan ini digunakan masyarakat pada jaman tersebut misalnya untuk bertani dan bercocok tanam serta untuk keperluan pelayaran. Ilmu ini dituangkan dalam Primbon Jawa yang termasuk di dalamnya yaitu Pawukon, Pranatamangsa, dan sebagainya.

Sekitar abad pertama masehi, masyarakat Jawa kedatangan pengaruh bangsa Hindu (India). Bersama dengan kebudayaan asli yang sudah ada, pengaruh kebudayaan Hindu ini menelurkan kebudayaan-kebudayaan baru.

Tahun Saka

Sejak abad ke-8 masehi, di Jawa sudah ada Kerajaan Hindu-Jawa yang menggunakan perhitungan waktu berdasarkan sistem kebudayaan asli, kebudayaan Hindu, dan kebudayaan baru. Perhitungan waktu pada masa itu telah menggunakan sistem angka tahun menurut Saka, terpengaruh kebudayaan Hindu.

Tahun Saka dihitung menurut perputaran matahari. Jumlah hari dalam sebulan pada tahun Saka berjumlah 30, 31, dan 32 atau 33 hari pada bulan terakhir, yaitu bulan Saddha. Sehingga setahun berjumlah 365 dan 366 hari, terbagi dalam 12 bulan.


Tahun Hijriah

Pengaruh kebudayaan Hindu yang sangat kuat di tanah Jawa akhirnya mendapat saingan dengan datangnya kebudayaan Islam. Pengaruh Islam semakin kuat sampai akhirnya pada abad ke-16 masehi Kerajaan Jawa mulai menggunakan sistem penanggalan Arab yang disebut Tahun Hijriah. Sistem penanggalan ini secara resmi digunakan oleh kerajaan Jawa Islam, tetapi sebagian masyarakat masih tetap menggunakan perhitungan Saka.

Tahun Hijriah adalah termasuk tahun Komariah, yaitu mengikuti perputaran bulan. Dalam satu tahun Hijriah berarti bulan mengitari bumi sebanyak 12 kali. Jumlah hari dalam sebulan pada tahun Hijriah berjumlah 29 dan 30 hari. Sehingga satu tahun Hijriah berjumlah 354 atau 355 hari (bulan Zulhijjah berumur 29 atau 30 hari).

Tahun Hijriah perlu diberlakukan di Jawa pada masa itu karena kerajaan-kerajaan Islam harus menyamakan kalender kerajaan dengan peringatan-peringatan penting dalam agama Islam. Pada masa itu, hari-hari besar Islam diperingati sebagai acara resmi kerajaan, misalnya Idul Fitri setiap tanggal 1 Syawal, Idul Adha setiap tanggal 10 Zulhijjah, dan Mauludan setiap 12 Rabi'ul Awal yang sampai saat ini selalu diperingati secara besar-besaran dalam acara Sekaten.


Tahun Jawa

Berdirinya kerajaan Mataram Islam memberi warna baru dalam sejarah penanggalan di Jawa. Tepatnya ketika pemerintahan Sri Sultan Agung Prabu Anyakrakusuma, ditetapkanlah pemberlakuan Tahun Jawa. Adapun sistem penanggalan Tahun Jawa adalah mengikuti penanggalan Hijriah, yaitu berdasarkan perputaran bulan, atau disebut Komariah. Sistem penanggalan ini disepakati berlaku di seluruh wilayah Mataram, yaitu pulau Madura dan seluruh Jawa (kecuali Banten yang bukan kekuasaan Mataram). Hari itu Jum'at Legi tanggal 1 Muharram 1043 Hijriah bertepatan dengan tahun Saka 1555, dan tahun 1633 Masehi, ditetapkan sebagai awal Tahun Jawa 1555 (melestarikan peninggalan penanggalan Saka).

Ada tiga hal penting dalam pemberlakuan Tahun Jawa :
1) Mempertahankan kebudayaan asli Jawa dengan mewadahi Pawukon dan sebangsanya yang diperlukan dalam memperingati hari kelahiran orang Jawa, mengerti watak dasar manusia dan prediksi peruntungan menurut Primbon Jawa.

2) Melestarikan kebudayaan Hindu yang kaya akan kesusasteraan, kesenian, arsitektur candi dan agama. Hal ini sangat penting karena kebudayaan Hindu telah berhasil menghiasi dan memperindah budaya Jawa selama berabad-abad sebelumnya.

3) Menyelaraskan kebudayaan Jawa dengan kebudayaan Arab. Sistem penanggalan Tahun Jawa yang serupa dengan penanggalan Hijriah yaitu Komariah, akan memudahkan masyarakat Islam di Jawa untuk menjalankan ibadahnya berkaitan dengan hari-hari suci/besar Islam.

Dengan begitu, penanggalan Tahun Jawa mampu mengakomodasi tiga golongan utama masyarakat Jawa ketika itu, yaitu golongan orang Jawa kuno (asli), golongan masyarakat Hindu, dan golongan umat Islam.

sumber : astaga.com

Minggu, 13 Maret 2011

Kisah Keteladanan Keluarga Nabi Ibrahim AS

KHUTBAH PERTAMA:

اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (×3)اللهُ اَكبَرْ (×3
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ وَعْيدَ اْلاَضْحَى بَعْدَ يَوْمِ عَرَفَةَ. اللهُ اَكْبَرْ (3×) اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَاَشْهَدٌ اَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ اَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ
اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,

Di pagi hari yang penuh berkah ini, kita berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Idul Adha. Baru saja kita ruku’ dan sujud sebagai pernyataan taat kepada Allah SWT. Kita agungkan nama-Nya, kita gemakan takbir dan tahmid sebagai pernyataan dan pengakuan atas keagungan Allah. Takbir yang kita ucapkan bukanlah sekedar gerak bibir tanpa arti. Tetapi merupakan pengakuan dalam hati, menyentuh dan menggetarkan relung-relung jiwa manusia yang beriman. Allah Maha Besar. Allah Maha Agung. Tiada yang patut di sembah kecuali Allah.

Karena itu, melalui mimbar ini saya mengajak kepada diri saya sendiri dan juga kepada hadirin sekalian: Marilah tundukkan kepala dan jiwa kita di hadapan Allah Yang Maha Besar. Campakkan jauh-jauh sifat keangkuhan dan kecongkaan yang dapat menjauhkan kita dari rahmat Allah SWT. Apapun kebesaran yang kita sandang, kita kecil di hadapan Allah. Betapa pun perkasa, kita lemah dihadapan Allah Yang Maha Kuat. Betapapun hebatnya kekuasaan dan pengaruh kita, kita tifdak berdaya dalam genggaman Allah Yang Maha Kuasa atas segala-galanya.

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,

Idul adha yang kita rayakan pada setiap tanggal 10 Dzulhijjah juga dikenal dengan sebuatan “Hari Raya Haji”, dimana kaum muslimin yang sedang menunaikan haji yang utama, yaitu wukuf di Arafah. Mereka semua memakai pakaian serba putih dan tidak berjahit, yang di sebut pakaian ihram, melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup, mempunyai tatanan nilai yaitu nilai persamaan dalam segala segi bidang kehidupan. Tidak dapat dibedakan antara mereka, semuanya merasa sederajat. Sama-sama mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Perkasa, sambil bersama-sama membaca kalimat talbiyah.

لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ

Disamping Idul Adha dinamakan hari raya haji, jiga dinamakan “Idul Qurban”, karena merupakan hari raya yang menekankan pada arti berkorban. Arti Qurban ialah memberikan sesuatu untuk menunjukkan kecintaan kepada orang lain, meskipun harus menderita . Orang lain itu bias anak, orang tua, keluarga, saudara berbangsa dan setanah air. Ada pula pengorbanan yang ditujukan kepada agama yang berarti untuk Allah SWT dan inilah pengorbanan yang tinggi nilainya.

Masalah pengorbanan, dalam lembaran sejarah kita diingatkan pada beberapa peristiwa yang menimpa Nabiyullah Ibrahim AS beserta keluarganya Ismail dan Siti Hajar. Ketika orang ini telah membuat sejarah besar, yang tidak ada bandingannya: Yaitu ketika Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan istrinya Hajar bersama Nabi Ismail putranya, yang saat itu masih menyusu. Mereka ditempatkan disuatu lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu demikian sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun. Nabi Ibrahim sendiri tidak tahu, apa maksud sebenarnya dari wahyu Allah yang menyuruh menempatkan istri dan putranya yang masih bayi itu, ditempatkan di suatu tempat paling asing, di sebelah utara kurang lebih 1600 KM dari negaranya sendiri palestina. Tapi baik Nabi Ibrahim, maupin istrinya Siti Hajar, menerima perintah itu dengan ikhlas dan penuh tawakkal.

Karena pentingnya peristiwa tersebut. Allah mengabadikannya dalam Al-Qur’an:

رَّبَّنَا إِنِّي أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ الصَّلاَةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُم مِّنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

Artinya: Ya Tuhan kami sesunggunnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di suatu lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumahmu (Baitullah) yang dimuliakan. Ya Tuhan kami (sedemikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah gati sebagia manusia cenderung kepada mereka dan berizkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS Ibrahim: 37)

Seperti yang diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa tatkala Siti Hajar kehabisan air minum hingga tidak biasa menyusui nabi Ismail, beliau mencari air kian kemari sambil lari-lari kecil (Sa’i) antara bukit Sofa dan Marwah sebanyak 7 kali. Tiba-tiba Allah mengutus malaikat jibril membuat mata air Zam Zam. Siti Hajar dan Nabi Ismail memperoleh sumber kehidupan.

Lembah yang dulunya gersang itu, mempunyai persediaan air yang melimpah-limpah. Datanglah manusia dari berbagai pelosok terutama para pedagang ke tempat siti hajar dan nabi ismail, untuk membeli air. Datang rejeki dari berbagai penjuru, dan makmurlah tempat sekitarnya. Akhirnya lembah itu hingga saat ini terkenal dengan kota mekkah, sebuah kota yang aman dan makmur, berkat do’a Nabi Ibrahim dan berkat kecakapan seorang ibu dalam mengelola kota dan masyarakat. Kota mekkah yang aman dan makmur dilukiskan oleh Allah kepada Nabi Muhammad dalam Al-Qur’an:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَـَذَا بَلَداً آمِناً وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُم بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ

Artinya: Dan ingatlah ketika Ibrahim berdo’a: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, sebagai negeri yang aman sentosa dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kiamat.” (QS Al-Baqarah: 126)

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,

Dari ayat tersebut, kita memperoleh bukti yang jelas bahwa kota Makkah hingga saat ini memiliki kemakmuran yang melimpah. Jamaah haji dari seluruh penjuru dunia, memperoleh fasilitas yang cukup, selama melakukan ibadah haji maupun umrah.

Hal itu membuktikan tingkat kemakmuran modern, dalam tata pemerintahan dan ekonomi, serta kaemanan hukum, sebagai faktor utama kemakmuran rakyat yang mengagumkan. Yang semua itu menjadi dalil, bahwa do’a Nabi Ibrahim dikabulkan Allah SWT. Semua kemakmuran tidak hanya dinikmati oleh orang islam saja. Orang-orang yang tidak beragama Islam pun ikut menikmati.

Allah SWT berfirman:

قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

Artinya: Allah berfirman: “Dan kepada orang kafirpun, aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka. Dan itulah seburuk buruk tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah: 126)

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,

Idul Adha yang kita peringatisaat ini, dinamai juga “Idul Nahr” artinya hari rara memotong kurban binatang ternak. Sejarahnya adalah bermula dari ujian paling beratyang menimpa Nabiyullah Ibrahim. Akibat dari kesabaran dan ketabahan Ibrahim dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan, Allah memberinya sebuah anugerah, sebuah kehormatan “Khalilullah” (kekasih Allah).

Setelah titel Al-khalil disandangnya, Malaikat bertanya kepada Allah: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menjadikan Ibrahim sebagai kekasihmu. Padahal ia disibukkan oleh urusan kekayaannya dan keluarganya?” Allah berfirman: “Jangan menilai hambaku Ibrahim ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya dan amal bhaktinya!”

Sebagai realisasi dari firmannya ini, Allah SWT mengizinkan pada para malaikat menguji keimanan serta ketaqwaan Nabi Ibrahim. Ternyata, kekayaan dan keluarganya dan tidak membuatnya lalai dalam taatnya kepada Allah.

Dalam kitab “Misykatul Anwar” disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang menurut orang di zamannya adalah tergolong milliuner. Ketika pada suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang “milik siapa ternak sebanyak ini?” maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku Ismail, niscaya akan aku serahkan juga.”

Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan bahwa, pernyataan Nabi Ibrahim yang akan mengorbankan anaknya jika dikehendaki oleh Allah itulah yang kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji iman dan taqwa Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu masih berusia 7 tahun. Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan ini, supaya dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat mengerikan! Peristiwa spektakuler itu dinyatakan dalam Al-Qur’an:

قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Artinya: Ibrahim berkata : “Hai anakkku sesungguhnay aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu “maka fikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS Aa-saffat: 102)

Ketika keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah. Iblis datang menggoda sang ayah, sang anak, dan sang ibu silih berganti. Akan tetapi Nabi Ibrahim, Siti hajar dan Nabi Ismail tidak tergoyah noleh bujuk rayuan iblis yang menggoda agar membatalkan niatnya. Mereka tidak terpengaruh sedikitpun untuk mengurunkan niatnya melaksanakan perintah Allah. Ibrahim melempar iblis dengan batu, mengusirnya pergi. Dan ini kemudian menjadi salah satu rangkaian ibadah haji yakni melempar jumrah.

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,

Ketika sang ayah belum juga mengayunkan pisau dileher putranya. Ismail mengira ayahnya ragu, seraya ia melepaskan tali pengikat tali dan tangannya, agar tidak muncul suatu kesan atau image dalam sejarah bahwa sang anak menurut untuk dibaringkan karena dipaksa ia meminta ayahnya mengayunkan pisau sambil berpaling, supaya tidak melihat wajahnya.

Nabi Ibrahim memantapkan niatnya. Nabi Ismail pasrah bulat-bulat, seperti ayahnya yang telah tawakkal. Sedetik setelah pisau nyaris digerakkan, tiba-tiba Allah berseru dengan firmannya, menyuruh menghentikan perbuatannyatidak usah diteruskan pengorbanan terhadap anaknya. Allah telah meridloi kedua ayah dan anak memasrahkan tawakkal mereka. Sebagai imbalan keikhlasan mereka, Allah mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing sebagai korban, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat As-Saffat ayat 107-110:

وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ

“Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”

وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ

“Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian.”

سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ

“Yaitu kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim.”

كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ

“Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Menyaksikan tragedi penyembelihan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia itu, Malaikat Jibril kagum, seraya terlontar darinya suatu ungkapan “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Nabi Ibrahim menjawab “Laailaha illahu Allahu Akbar.” Yang kemudian dismbung oleh Nabi Ismail “Allahu Akbar Walillahil Hamdu.’

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,

Inilah sejarah pertamanya korban di Hari Raya Qurban. Yang kita peringati pada pagi hari ini. Allah Maha Penyayng. Korban yang diperintahkan tidak usah anak kita, cukup binatang ternak, baik kambing, sapi, kerbau maupun lainnya.

Pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang paling besar dalam sejarah umat umat manusia itu membuat Ibrahim menjadi seorang Nabi dan Rasul yang besar, dan mempunyai arti besar.

Dari sejarahnya itu, maka lahirlah kota Makkah dan Ka’bah sebagai kiblat umat Islam seluruh dunia, dengan air zam-zam yang tidak pernah kering, sejak ribuan tahunan yang silam, sekalipun tiap harinya dikuras berjuta liter, sebagai tonggak jasa seorang wanita yang paling sabar dan tabah yaitu Siti Hajar dan putranya Nabi Ismail.

Hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan shalat Idul Adha, bahwa hakikat manusia adalah sama. Yang membedakan hanyalah taqwanya. Dan bagi yang menunaikan ibadah haji, pada waktu wukuf di Arafah memberi gambaran bahwa kelak manusia akan dikumpulkan dipadang mahsyar untuk dimintai pertanggung jawaban.

Di samping itu, kesan atau i’tibar yang dapat diambil dari peristiwa tersebut adalah: Pertama, perintah dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Allah SWT, harus dilaksanakan tanpa reserve. Harus disambut dengan tekad sami’na wa ‘ata’na. Nabi Ibrahim, istri, dan anaknya, telah meninggalkan contoh bahwa bila perlu, jiwa sendiripun haruslah dikorbankan, demi melaksanakan perintah-perintah Allah.

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,

I’tibar kedua yang dapat kita tarikdari peristiwa tersebut, adalah kegigihan syaitan yang terus menerus mengganggu manusia, agar membangkang dari ketentuan ilahi. Syaitan senantiasa terus berusaha menyeret manusia ke jurang kejahatan dan kehancuran. Allah sendiri mengingatkan kepada kita.

وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Artinya: Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

Ketiga, jenis sembelihan berupa bahimah (binatang ternak), merupakan gambaran bahwa hawa nafsu hawaiyah harus dihilangkan.

Keempat, bahimah bila dilihat dari unsur gizinya, mengandung suatu arti bahwa makanan, disamping halal harus yang diutamakan juga masalah gizinya.

Hadirin Jama’ah Idul Adha yang dimuliakan Allah,

Tepatlah apabila perayaan Idul Adha digunakan menggugah kesedihan kita untuk berkorban bagi negeri kita tercinta yang tidak pernah luput dirundung kesusahan.

Dalam kondisi seperti ini sebenarnya kita banyak berharap dan mendoakan mudah-mudahan para pemimpin kita, elit-elit kita, dalam berjuang tidak hanya mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompoknya, tapi untuk kepentingan bangsa dan negara. Pengorbanan untuk kepentingan orang banyak tidaklah mudah, berjuang dalam rangka mensejahterahkan umat memang memerlukan keterlibatan semua pihak. Hanya orang-orang bertaqwalah yang sanggup melaksanakannya.

Mudah-mudahan perayaan Idul Adha kali ini, mampu menggugah kita untuk rela berkorban demi kepentingan agama, bangsa dan negara amiin 3x ya robbal alamin.

أعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ


KHUTBAH KEDUA:

اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى
وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ


Salam Djimodji

Bersama Peduli Membangun Indonesia

الخطبة الأولى لعيد الفطر

الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر.
الحمد لله الذى عاد علينا نعمه فى كل نفس ولمحات وأسبغ علينا ظاهرة وباطنة فى الجلوات والخلوات. وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له الذى امتن علينا لنشكره بأنواع الذكر والطاعات. وأشهد أن محمدا عبده ورسوله سيد الأنبياء والمرسلين وسائر البريات. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه أهل الفضل والكمالات.

الله أكبر أما بعد : أيها الحاضرون ! هذا يوم العيد. هذا يوم الفرح. فرح المسلمون لتوفيق الله إياهم باستكمال بلاء ربهم بفرض الصيام مع الترويحات فرح المسلمون بوعد ربهم بغفران ما اجترحوا من السيئات واستحلال بعضهم من بعض فى الحقوق والواجبات.

إخوانى الكرام ! فى هذا اليوم حرم الله علينا الصيام بعد أن فرضه علينا جميع الشهر وأخبر أنه فرضه لنكون من المتقين. فمن هذا اليوم ينبغى لنا أن نبعث فى أنفسنا بارتقائها على مراتب التقوى ونهتم بدين ربنا حتى ننال ما وعدنا ربنا حقا.

الله أكبر ! إخوانى الكرام ! إن الله شرع لنا هذا العيد لنعود الى السمع والطاعة. ونعمل بكتابه بالجد والإجتهاد والقوة. ونبتعد عن التقصير والأعمال كما وقع فى أعوامنا الماضية.

الله أكبر. وقال تعالى : ومن أظلم ممن ذكر بأيات ربه فأعرض عنها ونسى ما قدمت يداه. إنا جعلنا على قلوبهم أكنة أن يفقهوه وفى أذانهم وقرا وإن تدعهم إلى الهدى فلن يهتدوا إذن أبدا.

الله أكبر, إخوانى الكرام ! إعلموا أن الله تعالى قد طالبنا فى إقرارنا أن نطيع ونسمع. فقال تعالى ألم ياءن للذين أمنوا أن تخشع قلوبهم لذكر الله وما نزل من الحق ولا يكونوا كالذين أوتوا الكتاب من قبل فطال عليهم الأمد فقست قلوبهم وكثير منهم فاسقون.

الله أكبر. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم. بادروا بالأعمال قبل ان تظهر فتنا كقطع الليل المظلم يصبح الرجل مؤمنا ويمسى كافرا ويمسى مؤمنا ويصبح كافرا. يبيع أحدهم دينه بعرض قليل من الدنيا. رواه مسلم عن أبى هريرة

Kaum Muslimin yang Dimuliakan Allah
Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji dan puja kehadirat Allah swt karena pada pagi hari ini kita masih diberikan karunia untuk melakukan shalat ied, setelah sebelumnya kita diberi kesempatan untuk menunaikan ibadah puasa. Mudah-mudahan kita dapat mensyukuri karunia ini dengan sungguh-sungguh, khususnya karunia kesehatan dan kebahagiaan.

Hari ini kita masuk ke bulan Syawal 1431 H dan merayakan Idul Fitri. Hari ini kita kembali kepada fitrah yang suci, kembali kepada lembaran yang bersih. Semuanya ini dalam rangka meningkatkan takwa kita. Membersihkan hati kita ini semata-mata hanyalah ibadah kepada Allah swt. Dalam sebuah kata-kata hikmah dikatakan,”Laisa al-Id li man yalbasu al-jadid, wa innama al-id li man taqwahu yazid’, yang berarti, Bukanlah yang disebut hari raya itu hanya untuk orang yang berpakaian baru saja, atau alat parabot rumah tangga yang baru saja. Tapi, yang dinamakan hari raya itu adalah bagi orang yang bertambah taatnya kepada Allah swt. Selain melestarikan hablum minallah, Idul Fitri ini juga berfungsi sebagai sarana hablum minan nas.

Menghayati inti ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dan menyadari persoalan bangsa yang pada saat ini serta memperhatikan bagaimana perjuangan Rasulullah dalam membangun masyarakat yang damai dan sejahtera melalui ajaran Islam (Islam tamaddun), maka dalam suasana Idul Fitri ini akan tepat kiranya jika kita gunakan sebagai momentum untuk membangun Indonesia ke depan yang lebih cerah. Puasa dan Idul Fitri sudah seharusnya dijadikan sebagai momentum untuk membangun gerakan kebangkitan bangsa ke depan, bukan sekedar ritual atau banalitas tahunan bagi umat Islam.

Puasa dan Idul Fitri seyogyanya mampu melahirkan persepsi dan kesadaran yang benar terhadap persoalan bangsa yang sesungguhnya. Persoalan bangsa Indonesia yang kita hadapi sekarang ini sesungguhnya, bukanlah sebatas menyangkut satu bidang misalnya masalah ekonomi atau seperti yang dilontarkan banyak pengamat, kita tengah mengalami krisis enerji dan pangan, melainkan lebih mendasar dan luas dari sebatas itu. “Laisa minna ma lam yahtamma bi amril muslimin”, bahwa tidak termasuk umatku mereka yang tidak peduli terhadap urusan umat Islam.

Memang membangun ekonomi adalah penting, akan tetapi bukanlah segala-galanya. Bangsa yang berperadaban tinggi selalu dibangun di atas dasar keyakinan, jiwa atau spritualitas yang dalam serta akhlak yang luhur. Keadaan ekonomi yang kurang baik, di tengah-tengah negeri yang subur seperti Indonesia, sesungguhnya merupakan akibat dari lemahnya iman, spritualitas, keterbatasan ilmu dan akhlak yang disandangnya. Betapa pentingnya aspek-aspek ini untuk membangun peradaban, maka ayat-ayat Al-Quran pada fase awal yang diterimakan kepada Rasulullah adalah menyangkut ilmu pengetahuan (yakni dalam bentuk perintah membaca, Iqra’), larangan berbuat angkara murka dan sebaliknya, beliau diperintah untuk membangun akhlaq yang mulia (bu’itstu li utammima makarimal akhlaq). Dikatakan bahwa “al-dinu husnul khulq” bahwa agama identik dengan kebaikan budi pekerti.

Puasa dan Idul Fitri harus mampu membangkitkan jiwa optimisme yang kuat terhadap kehidupan hari esok yang lebih baik. Akhir-akhir, muncul dari kalangan luas rasa pesimisme yang berkelebihan terhadap keadaan negeri ini. Barangkat dari suasana pesimisme itu, bangsa ini dilabeli dengan identitas yang sedemikian rendah, seperti disebutnya sebagai bangsa yang terpuruk, bangsa korup, bangsa yang carut marut, bangsa yang berada pada titik nadir dan istilah-istilah lain yang kurang sedap. Istilah-istilah seperti itu bisa jadi akan melahirkan mental bangsa yang inferior, (‘adamul tsiqoh) tidak percaya diri dan selalu berharap pada uluran pertolongan bangsa lain. Bangsa Indonesia sesungguhnya tidak semalang itu.

Sebaliknya, bangsa Indonesia ini adalah bangsa yang beruntung, memiliki tanah kepulauan yang luas lagi subur, samudera dan lautan yang luas, aneka tambang, serta penduduk berjumlah besar. Semua itu adalah karunia Allah, yang seharusnya selalu disyukuri dan dijadikan modal untuk membangun kemakmuran bersama.

Puasa dan Idul Fitri agar bermakna terhadap upaya menjadikan Indonesia bangkit, harus mampu melahirkan sikap solidaritas sosial atau kemauan berjuang dan berkorban yang tinggi. Membangun bangsa tidak akan berhasil jika tidak terdapat orang-orang yang rela berjuang dan berkorban. Sejarah bangsa ini membuktikan secara jelas tentang hal itu. Indonesia berhasil meraih kemerdekaan dari penjajah, adalah sebagai buah dari adanya kesediaan para pejuang termasuk di garda depan adalah peran para ulama-ulama kita yang ikhlas mengorbankan apa saja yang ada padanya. Demikian pula, Rasulullah Muhammad SAW tidak akan mampu mengubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat madani yang damai dan berperadaban jika tidak ditempuh melalui perjuangan dan pengorbanan yang berat.

Dan selaras dinamika yang ada, pemerintah sudah seharusnya untuk terus menerus memegang teguh pada prinsip memperjuangkan kemakmuran dan kemahslahatan rakyat. Dalam kaidah fikih dikatakan,”tasharruf al-imam ‘ala al-ra’iy manuthun bi al-mashlahah,” bahwa kebijakan pemerintah wajib ditaati selama kebijakan tersebut berpijak pada kebijakan yang memberikan kebaikan bagi banyak rakyat. Imam Syafi’i menggambarkan hubungan rakyat dan penguasa ibarat hubungan wali dengan anak yatim.

Puasa dan hari raya Idul Fitri selayaknya melahirkan sifat-sifat profektif, seperti amanah, adalah, istiqamah dan salam. Sifat-sifat itu sangat diperlukan untuk membangun masyarakat yang lebih adil dan maju. Lebih daripada itu, puasa dan Idul Fitri seharusnya berhasil melahirkan suasana batin yang pandai bersyukur, ikhlas, tawakkal dan istiqamah. Di sinilah, pentingnya memahami dan meresapi kata-kata “al-dinu huwa al-nashihah lillahi wa li rasulihi wa lil mu’minin”, bahwa agama ada nasehat.

Kaum Muslimin yang Dimuliakan Allah
Akhirnya, melalui momentum Idul Fitri ini, marilah kita bersama-sama menyadari betapa pentingnya semua komponen bangsa ini bersigap dan bertekad untuk ikut berpartisipasi secara aktif dalam membangun bangsa. Demikian juga, NU sebagai organisasi Islam terbesar di negeri ini, yang diakui telah memberikan corak bagi khazanah keberagamaan, sosial, politik dan budaya di Indonesia, tentu saja akan berupaya semaksimal mungkin untuk turut memikirkan dan menindaki dalam rangka membangun Indonesia yang lebih maju dan beradap. NU menyadari sepenuhnya bahwa upaya membangun bangsa bukan sekedar memakmurkan secara fisik, melainkan yang terpenting adalah membangun peradaban (tsaqafah wa al-hadharah). Hal ini demi terwujudnya impian Indonesia menjadi “negeri yang berperadaban adiluhung” (madinah al-fadhilah).


بارك الله لى ولكم فى القرآن العظيم ونفعنى وإياكم بفهمه إنه هو البر الرحيم



الخطبة الثانية لعيد الفطر

الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر.

الحمد لله أفاض نعمه علينا وأعظم. وإن تعدوا نعمة الله لا تحصوها, أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له. أسبغ نعمه علينا ظاهرها وباطنها وأشهد أن محمدا عبده ورسوله. رسول اصطفاه على جميع البريات. ملكهاوإنسها وجنّها. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه أهل الكمال فى بقاع الأرض بدوها وقراها, بلدانها وهدنها.

الله أكبر أما بعد : إخوانى الكرام ! استعدوا لجواب ربكم متى تخشع لذكر الله متى نعمل بكتاب الله ؟ قال تعالى ياأيها الذين أمنوا استجيبوا لله ولرسوله إذا دعاكم لما يحييكم واعلموا أن الله يحول بين المرء وقلبه وأنه إليه تخشرون.

الله أكبر. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أل سيدنا محمد. كما صليت على إبراهيم وعلى أل إبراهيم, وبارك على محمد وعلى أل محمد, كماباركت على إبراهيم وعلى أل إبراهيم فى العالمين إنك حميد مجيد.

الله أكبر. اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات. إنك سميع قريب مجيب الدعوات وقاضى الحاجات. اللهم وفقنا لعمل صالح يبقى نفعه على ممر الدهور. وجنبنا من النواهى وأعمال هى تبور. اللهم أصلح ولاة أمورنا. وبارك لنا فى علومنا وأعمالنا. اللهم ألف بين قلوبنا وأصلح ذات بيننا. اللهم اجعلنا نعظم شكرك. ونتبع ذكرك ووصيتك. ربنا أتنا فى الدنيا حسنة وفى الأخرة حسنة وقنا عذاب النار. ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب.

الله أكبر. عباد الله ! إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذى القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر. يعذكم لعلكم تذكرون. فاذكروا الله يذكركم واشكروا على نعمه يشكركم. ولذكر الله أكبر


Salam Djimodji

Keteladanan Nabi Ibrahim

الحمد لله الذي جعل الحج والأضحية شعارا من شعائر الإسلام أشهد أن لاإله إلا الله الملك القدوس السلام وأشهد أن محمدا عبده ررسوله أرسله لإتمام أخلاق الأنام اللهم صل وسلم على سيدنا محمد الداع الي دار السلام وعلي أله وأصحابه أجمعين ومن تبعهم بإحسان الي يوم الزحام. أما بعد.
عباد الله أوصيكم وأياي بتقوي الله وقد فاز من اتقي واعلموا إخواني الأعزاء أن التقوي وصية الله للأولين والأخرين حيث قال:

ولقد وصينا الذين أوتوالكتاب وإياكم ان اتقوا الله وان تكفروا فإن لله ما فى السموات وما فى الأرض وكان الله غنيا حميدا.{131}

وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : اتق الله حيث ما كنت واتبع السيئة الحسنة تمحها وخالق الناس بخلق حسن.{الحديث}

Terlebih dahulu mari kita bersyukur kehadirat Allah swt. atas taufiq, hidayah inayah dan ri’ayah-Nya. Alhamdu lillah pada pagi hari yang mulia dan agung dengan diiringi takbir kita dapat sama-sama berkumpul di majelis yang mulia penuh khusyu`.

Sedang di satu sisi saudara-saudara kita yang datang dari berbagai belahan bumi tengah melaksanakan rangkaian amaliyah ibadah haji, baik rukun-rukun haji mapun amaliyah haji yang diwajibkan dan yang disunahkan. Semoga amal ibadah kita diterima Allah dan para hujjaj diterima hajinya, dan Allah jadikan hajinya mabrur, amin.

Dan tidak lupa juga keprihatinan kita sampaikan terhadap saudara-saudara kita yang sedang ditimpa mushibah gunung merapi di Yogjakarta, dan wilayah sekitarnya serta musibah Tsunami Mentawai. Mari kita doakan semoga para korban yang meninggal dunia diampuni segala dosanya dan diterima amal sholehnya, dan semga Allah memberi ketabahan bagi yang ditinggalkannya. Begitu juga yang masih dalam kesusahan dan pengungsian.

Sholawat serta salam semga senantiasa Allah limpahkan kepada junjungan nabi Muhammad, serta keluarga dan sahabatnya dan juga kepada para pengikutnya hingga akhir zaman.

Allahu Akbar 3x Walillahilhamd

Hadirin kaum Muslimin yang dimuliakan Allah!
Selanjutnya perkenankan dalam kesempatan yang mulia ini saya menyampaikan pesan mari kita tak henti-henti berupaya meningkatkan taqwa kepada Allah SWT. Dalam arti mentati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangannya,

Hadirin kaum Muslimin yang dimuliakan Allah!
Sesungguhnya taqwa itu pesan Allah kepada seluruh ummat manusia sepanjang zaman, dari waktu ke waktu, umat berganti umat, kurun berganti kurun sejak manusia diciptakan. Karenanya, Allah mengutus para rasul sebagai contoh dan tauladan ketaqwaan dan kesalehan.

Allah juga memberi meraka ke-ma`ashum-an, dan sifat shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah. Dan Allah turunkan kitab-kitab kepada mereka sebagai panduan hidup dan kehidupan ummatnya yang bertaqwa. Di dalam tafsir Ibnu Katsir diterangkan bahwa Allah menurunkan 313 rasul dan 124 000 ribu nabi.

Diantara para rasul yang djadikan teladan adalah Nabi Ibrahim As, dalam kesempatan Idul Adlha ini sangat penting kita ingat kita sebut dan kita renungkan kembali kemudian kita teladani.Ibrahim AS. selain beliau nabi pilihan yang mendapat gelar kholilullah (kekasih Allah) juga disebut Abul anbiya (bapak dari para Nabi) karena Nabi-nabi sesudah beliau adalah dari zduriyahnya (keturunannya) nabi-nabi bani Israil Nabi Ishaq, Ya`qub Yusuf Syuaib Harun, Musa sampai nabi Isa As. Dan demikian juga junjungan Nabi kita Muhammad SAW, bin Abdullah, bin Abdil Mutholib, bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushoy bin Kilab, bin Murroh bin Ka`ab, bin Luay, bin Gholib, bin Fihir, (Fihri dilaqobi Quroisy) bin Malik bin Nadlor, bin Kinanah bin Khuzaimah, bin Mudrikah bin Ilyas, bin Mudlor bin Nizar bin Ma`ad bin `Adnan bin Nabi Isma`il bin Ibrahim AS.

Ibrahim As oleh Yahudi diklaim sebagai Yahudi, oleh kaum Nasrani diklaim sebagai pengikiut Nasran, dan kaum musyrikin mengklaim bahwa mereka mengikuti millah Ibrahim.

Untuk menolak anggapan mereka Allah turunkan ayat kepada Nabi Muhammad SAW.:

ما كان إبراهيم ييهوديا ولانصرنييا ولكن كان حنييفا مسلما وما كان من المشركين

“Ibrahim bukanlah Yahudi dan bukanlah Nasrani akan tetapi dia adalah yang bersih dan muslim dan dia bukan orang yang mensekutukan Allah” (QS. Ali Imran: 67)

Allahu Akbar X 3.

Hadirin kaum Muslimin yang dimuliaka Allah!
Selanjutnya dalam ayat yang lain Allah tunjukkan, dan Allah perintahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, agar menyampaikan :

1. Keteladanan dan keberaniannya ketika ingin mereformasi merubah masyarakatnya dan penguasanya dari penyembahan kepada materi, benda dan berhala-berhala kepada mengesakan Allah SWT. kalimat tauhid/kalimatul ikhlas laa ilaaha illallah bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Terlebih dahulu Ibrahim As. Menyampaikannya kepada ayahnya, dengan bahasa yang santun beliau sampaikan pemahaman. Sebagaimana telah dikisahkan dalam Al-Quran :

واذكرفي الكتاب إبراهيم إنه كان صد يقا نبيا- إذ قال لأبيه يا أبت لم تعبد مالايسمع ولايبصر ولايغنى عنك شيئا – ياأبت إني قد جاءني من العلم ما لم يأ تك فاتبعني أهدك صراطا سويا – يا أبت لا تعبد الشيطان إن الشيطان كان للرحمن عصيا – يا أبت إني أخاف أن يمسك عذاب من الرحمن فتكون للشيطان وليا – قال أراغب انت عن ألهتي يا ابراهيم لئن لم تنته لأرجمنك واهجرني مليا - قال سلام عليك سأستغفرلك ربي انه كان بي حفيا .

Dan ingalah dalam kitab Ibrahim sesungguhnya dia adalah orang yang benar lg seorang nabi, ingatlah ketika ia berkata kepada ayhnya wahai ayahku kenapa engkau meyembah apa-apa yang tidak bisa mendengar dan tidak bisa melihat? wahai ayahku sesungguhnya telah sampai kepadaku whyu, apa-apa yang tidak diberikan kepadamu, maka ikutilah aku aku tunjukkan jalan yag lurus, wahai ayahku janganlah engkau menyembah setan sesungguhnya setan itu bermaksiat kepada Allah. Wahai ayahku sesungguhnya aku takut azdab Allah akan mnimpamu sehingga setan menjadi temanmu. Lalu ayah Ibrahim berkata kepada Ibrahim, Hai Ibrahim apakah engkau membenci tuhan- tuhabku? Sungguh jika engkau tidak berhenti membencituhan-tuhanku sungguh aku akan merajammu dan pergilah segera dariku. Ibrahim berkata semoga engkau selamat dan aku akan mendoakan untukmu agar Allah Tuhanku mengampunimu sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.(Q.S. Maryam 41-47).

Ajakan ibrahim kepada ayahnya mendapat penentangan yang keras sehingga ibrahim diusir ayahnya.sekalipun demikian ibrahim tetap baik dengan ayahnya dan tetap mendoakannya, Lalu Ibrahim AS. membuktikan kepada masyarakatnya bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbuat apa-apa dengan menghancurkan berhala-berhala sembahan penguasa namrud dan kaumnya, sehingga Ibrahim dimasukkan ke dalam api sebagai penyiksaan terhadapnya, kemudian Allah menolongnya dengan menjadikan apinya namrud dingin dan Ibrahim selamat tanpa ada bekas luka sedikitpun.

قل يا نار كو ني بردا وسلاما على إبراهيم
.
2.Ketaatanya ketika Ismail beranjak dewasa Nabi Ibrahim kembali diuji Allah agar menyembelih putranya, putra yang sangat dicintai dan didamba-dambakan dalam doanya: Robbi hab lii minassholihin.

فلما بلغ معه السعي قال يا بني إني أرى في المنام أني أذبحك فا نظرماذا ترى

Dengan penuh kasih saying Ibrahim berkata kepada putranya ;
Wahai putaraku yang ku sayangi sesungguhnya aku mendapatka perintah melalui mimpi agar aku menyembelehmu, bagaimana pendapatmu?

Ismail putranya menjawab :

قال يا أبتي افعل ما تؤمر ستجدني إن شاء الله من الصابرين

Wahai ayahku laksanakan apa yang telah Engkau diperintahkan semoga engkau mendapati aku termasuk orang-orang yang sabar.

Kemudian Ibrahim melaksanakan perintah penyembelihan ketika keduanya pasrah dan ketika ibrahim menempelkan pisau di leher Ismail. Allah memanggil Ibrahim:

فلما أسلما وتله للجبين ونادينه ان يا إ براهيم قد صد قت الرؤى إنا كذلك نجزي المحسنين إن هذا لهوالبلاؤ المبين وفديناه بذبح عظيم وتركنا عليه في الأخرين سلام علي إبرا هيم كذ لك نجزي المحسنين

Wahai Ibrahim engkau telah membenarkan perintahKu melalui mimpimu Sesungguhnya dengan demikian akan membalas orang-orang yang berbuat baik, sesunggguhnya ini adalah ujian yang nyata dan kami tebus ismail dengan senbelihan hewan qurban yang besar. Dan kami jadikan teladan untuk orang-orang yang sesudahnya, keselamatan untuk Nabi Ibrahim, demikianlah kami membalas orang-orang yang berbuat baik.(Q.S. As-shfat 103-110)

Alahu akbar x3 walillahilhamd.

Hadirin kaum muslimin yang dimuliakan Allah !
Ini adalah ujian kecintaan dan ketaatan ibrahim kepada Allah.

3.Keteladanan Ibrahim As.ketika Ibrahim diperintah Allah SWT. agar mereknstrusi kembali ka`bah Baitullah yang pertama dibangun dimuka bumi

إن أول بيت وضع للناس للذي ببكة مباركا وهدى للعا لمين{ البقرة }

Nabi Ibrahim bersama Ismail membangun kembali ka`bah sesuai dengan petunjuk Allah, dan sesudah selesai membangun Allah perintahkan Ibrahim agar memanggil ummat manusia untuk berhajji.

وإذ بوئنا لإبراهيم مكان البيت ان لا تشرك بي شيا وطهر بيتي للطائفين والقائمين والركع السجود . وأذن في الناس بالحج يأتوك رجالا وعلي كل ضامر يأتين من كل فج عميق . ليشهدوا منافع لهم ويذكروا اسم الله في أيام معلومات علي ما رزقهم من بهيمة الأنعام فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير ثم ليقضوا تفثهم وليوفوا نذورهم وليطوفوا بالبيت العتيق.{الحخ 26)29}

Selanjutnya Nabi Ibrahim menyampaikan visi dan misinya sebagaimana terungkap dalam do`anya :

واذ قال ابراهيم رب اجعل هذا البلد أمنا واجنبني وبني ان نعبد الاصنام رب انهن أضللن كثيرا من الناس فمن تبعني فإنه مني ومن عصاني فإنك غفور رحيم

Ya Tuhanku jadikanlah negeri ini negeri yang aman dan jauhkanlah aku dan anak keturunanku dari penyembahan terhadap berhala, ya Tuhanku sesungguhnya berhala-berhala itu menyesatkan kebanyakan manusia, maka barang siapa yang mengikuti aku sesungguhnya adalah tergolong umatku dan barang siapa yang menentangku, sesungguhnya Engkau ya Allah maha pengampun lagi Maha penyayang.(Q.S Ibrahim 35-36)

ربنا إني أسكنت من ذريتي بواد غير ذي زرع عند بيتك المحرم ربنا ليقيموالصلاة فاجعل أفئدة من الناس تهوي اليهم وارزقهم من الثمرات لعلهم يشكرون.

Ya Tuhan kami sesungguhnya aku tmpatkan dari anak cucuku di lembah yang tidak ada tanaman disisi baitikalharom, ya Tuhan kami supaya mereka mnegakkan sholat, maka jadikanlah hati manusia condong kepada mereka dan berikanlah kepada mereka rizkidari buah-buahan supaya mereka bersyukur.(Q.S. Ibrahim 37)

Dari doa Ibrahim terungkap visi dan missi Nabi Ibrahim dalam mmbangun negri dari negeri yang tandus, kering dan tidak ada tanaman menginginkan agar 1. Menjadi negeri yang aman. 2. Penduduknya terdiri dari orang-orang yang beriman bertaqwa mendirikan sholat dan dijauhkan dari penghambaan terhadap berhala-berhala 3. Menginginkan menjadi negeri yang yang menarik mempesona banyak dikunjungi manusia 4. Menginginkan menjadi negeri yang penduduknya diberi kecukupan rizki.dari buah-buahan, demikianlah orientasi Ibrahim As. Dalam membangun negeri beroreintasi ke depan memikirkan anak cucu dan membangun dari nilai-nilai ruhani keagamaan dengan memakmurkan masjid (baitullah} dan memakmurkan bumi-Nya

Allahu akbar 3x walillahil hamd.

Hadirin yang mulia !
Do`a-do`aNabi Ibrahim diqabulkan Allah, dan diabadikan dalam Alquran dan keteladanannya jg diabadikan dalam syariat rukun Islam ibadah haji dan ibadah udlhiyyah. Rasulullah SAW. Bersabda :

من له زاد وراحلة ولم يجح فليمت إن شاء يهوديا أو نصرانيا

من له سعة ولم يضح فلا يقربن مصلا نا

Barang siapa yang mempunyai bekal dan kendaraan dan tidak berhajji maka dikhaeatirkan ia mati menjadi Yahudi atau Nasrani.

Dan barang siapa yang mempunya kelapangan rizki dan tida memotong hewan qurban maka janganlah ia dekat-dekat mushollaku.

Dari Dua macam Ibadah tersebut dinyatakan bahwa yang dimaksud oleh Allah adalah ketaatan, ketaqwaan dan keikhlasan hamba-hambaNya dalam melaksanakannya.
وتزودوا فان خيرالزاد التقوي
لن تنال الله لحومها ولا دمائها ولكن لاناله التقوئ منكم

Allahu akbar 3x walillahilhamd

Hadirin kaum muslimin yang mulia!
Dari uraian khutbah dapatlah disimpulkan segai berikut:
Mari kiata teladani Nabi Ibrahim

1.Dalam ketaqwaan dan kecintaannya kepada Allah SWt.melebihi cinta kepada lainnya..

Nabi Bersabda.

تلاث من كن فيه وجد حلاوة الإيمان أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما. وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله , وأن يكره أن يعود في الكفر{بعد أن أنقذه الله منه} كما يكره أن يعود الي أن توقد له نار فيقذف فيها.

Tiga hal yang apabila tiga hal tersebut ada pada seseorang maka ia akan menikmati manisnya iman

Pertama, orang yang apabila Allah dan rasulnya lebih ia cintai darai pada lainnya

Kedua, mencintai orang lain karena dengan dasar cintanya kepada Allah

Ketiga, ia membenci akan kmbali kepada kekufuran (setelah Allah selamatkan ia dari kekufuran) seperti kebencinya untuk dimasukkan ke dalam bara api. {HR. BM}

2. Mari kita teladani Ibrahim dengan mencita-citakan dan berikhtiar dengan mengorentasikan fikiran, hati dan prilaku kita ke depan membangun negeri yang aman, negeri yang mempesona, penduduknya beriman bertaqwa, dan berakhlak mulia, negri yang makmur. Negeri yang diridhoi Allah SWT.

Hadirin kaum muaslimin yang dimuliakan Allah!
Sesungguhnya Islam itu Agama yang tinggi tidak ada yang lebih tinggi dari padanya..

Namun Realitas kita masih menutupi ketinggian ajaran Islam, bahwa negeri-negeri muslim belum menjadi teladan untuk negeri-negeri lainnya.

الإسلام محجوب بالمسلمين

Ketinggian Islam itu tertutupi oleh perilaku umatnya, kita selalu terpesona dengan masa-masa lalu masa keemasan Islam.

Hadirin kaum muslimin yang mulia !
Negeri kita adalah negeri Islam terbesar dan memiliki potensi besar , dengan menteladani Ibrahim As. Insya Allah akan jadikan negeri ini menjadi teladan sebagai mana Allah jadikan Ibrahim Imam bagi ummat manusia
.
وإذ ابتلي إبراهيم وبه بكلمات فأتمهن قال إني جاعلك للناس إماما قال ومن ذريتي قال لا ينال عهدي الظا لمين.

بارك الله لي ولكم في القران ونفعي واياكم يما فيه من الا يات والذكر الحكيم اقول قولي هذ واستغفرالله لي ولكم ولسائر المسلمين فاستغفروه انه هو الغفور الرحيمز


Salam Djimodji

Eratkan Persaudaraan Tingkatkan Nilai Kebangsaan

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أخْرَجَ نَتَائِجَ أفْكاَرِنَا لِإِبْرَازِ أَيَاتِهِ وَالَّذِيْ أفْضَلَنَا بِالْعِلْمِ وَاْلعَمَلِ عَلَى سَائِرِ مَخْلُوْقَاتِهِ ، أَشْهَدُ أنْ لاَ إِلَهَ إلاَّ اللهُ وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ الَّذِيْ يُمْلَئُ بِجَمِيْعِ اْلفَضَائِلِ ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ وَعِتْرَتِهِ الطَّاهِرِيْنَ إلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ اْلقُرْآنِ الْعَظِيْمِ : يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hadirin Jama’ah Jum’ah rohimakumullah...
Pada kesempatan khotbah ini saya mengajak hadirin sekalian terutama pada diri saya sendiri khususnya untuk senantiasa bertaqwa kepada Allah swt. dan terus menerus berusaha meningkatkan ketakwaan itu dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya serta mensyukuri semua kenikmatan dan karunia yang diberikan kepada kita dengan menggunakan dan menyalurkannya pada jalan yang diridhai oleh-Nya. Dengan demikian semoga kita senantiasa mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Hadirin Jama’ah Jum’ah yang dirahmati Allah...
Kali ini saya ingin mengajak saudara seiman setaqwa dan sebangsa senegara untuk mengingat kembali sejarah berdirinya Negara tercinta Republik Indonesia. Sejatinya Indonesia bukanlah bangsa baru yang tiba-tiba ada semenjak 17 Agustus 1945. Bukan pula sebuah negara yang tiba-tiba ada begitu saja dengan nama Indonesia. Akan tetapi, negara ini merupakan negara yang dibangun di atas sejarah panjang, sejarah kerajaan Sriwijaya, Majapahit, dan juga Kerajaan Islam yang terbentang dari Samudra pasai, Demak hingga Mataram Islam.

Dengan demikian sudah berabad-abad Indonesia di bangun oleh nenek moyang kita. Sudah cukup panjang tinta sejarah mengukir Indonesia. Sejarah itu pula yang akhirnya menuntun para kyai, pejuang dan juga rakyat ini memilih Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Kedudukan Pancasila bagi bangsa ini, khususnya umat Muslim Indonesia hanyalah sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara bukan pedoman hidup beragama. Sekali lagi bukan pedoman beragama. Akan tetapi saudara-saudara, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan cerminan dari nilai-nilai agama. Khusunya al-qur’an yang menjadi pedoman umat Islam.

Oleh karena itu, para hadirin jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah, wajar bila para kyai dan ulama ikut menyepakati dan menyetujui sebuah semboyan yang mendasari Pancasila yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang secara lughawi berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. Mengapa ini disetujui oleh ulama dan kyai? bukankah ini sama artinya membuka peluang bagi agama lain untuk berkembang di Indonesia? Bukankah sama dengan memberikan senjata bagi musuh agama kita? Tidak begitu... Allah swt sendiri telah berfirman dalam surat an-Nahl ayat 93 yang bunyinya:

ولو شاء الله لجعلكم أمة واحدة ولكن يضل من يشاء ويهدى من يشاء ولتسئلن عما كنتم تعملون
Yang artinya:
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (agama) saja, tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang Telah kamu kerjakan.

Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin al-Syuyuthi dalam tafsir Jalalain menjabarkan bahwa arti kata Ummatan Wahidatan adalah Ahla dinin wahidin satu agama. Ini artinya bahwa perbedaan agama dan perbedaan suku-bangsa merupakan sunnah Ilahi. Sebuah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri, karena merupakan kehendak-Nya.

Maka dengan demikian para hadirin Jamaah Jum’ah seiman dan setaqwa, janganlah kita memandang bahwa perbedaan adalah sebuah musibah, akan tetapi pandanglah perbedaan sebagai sebuah ni’mat. Jika semua orang kaya, kepada siapa zakat kita berikan, jika semua orang pintar kepada siapa kita mengajar, jika semua orang ber-uang kepada siapa kita bersedekah? Dan jika semua orang beriman kepada siapa kita berdakwah? Mari kita renungkan bersama. Bukankah dengan demikian sebenarnya Allah memberikan peluang kepada kita untuk banyak berbuat, Beibadah, berdakwah, saling mengingatkan karena yang demikian itu banyak sekali pahala menanti. Karena itu ayat di atas diakhiri dengan sebuah pernyataan yang bernada mengingatkan;

ولتسئلن عما كنتم تعملون
Yang artinya:
Sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang Telah kamu kerjakan.

Nanti Allah akan bertanya kepada kita semua, apa yang telah kita perbuat dengan perbedaan itu. Apakah kita hanya diam, atau kita telah berbuat banyak, atau malah kita menyumpahi perbedaan itu dan menistakannya. Bukankah perbedaan itu disediakan oleh Allah swt sebagai ruang kita untuk berdakwah... sudahkan kita menggunakannya sebaik mungkin? Sudahkan kita memanfaatkannya untuk memperbanyak amal kita?

Para hadirin jama’ah jum’ah yang di sayangi Allah...
Marilah kita renungkan bersama. Berbagai kejadian yang terjadi baru-baru ini di Indonesia. Mulai dari munculnya Ahmadiyah, munculnya nabi-nabi palsu, munculnya aliran-aliran sesat, hingga pengrusakan terhadap gereja. Adalah fenomena perbedaan. Janganlah kita memandang semua itu sebagai sebuah masalah, tapi mari kita memandang itu semua sebagai sebuah peluang. Peluang kita untuk berdakwah. Tentunya berdakwah dengan cara-cara yang luwes seperti yang diserukan Allah kepada kita semua dalam surat an-Nahl 125:

ادع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجدلهم بالتى هى أحسن ان ربك هو أعلم بمن ضل عن سبيله وهو أعلم بالمهتدين
Yang artinya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Allah Tuhan-mu lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Mari kita bersama-sama merangkul mereka dan mengajaknya untuk kembali pada Islam yang sempurna, Islam yang Kaffah. Jangan kita lempari batu mereka, tapi mari kita rangkul dan nasehati bahwa Islam itu begini tidak begitu. Kita ajak mereka berdiskusi, kita sapa mereka, kita bujuk mereka untuk bersama-sama masuk ke mushalla dan masjid yang penuh berkah ini.

Kepada umat nasrani, jangan kita bakar gereja mereka tapi, marilah kita rangkul mereka kita ajak mereka menuju masjid yang indah dan penuh berkah seperti masjid ini. Tentunya dengan cara yang baik pula. Jangan sampai dakwah kita mengoyak Bhineka Tunggal Ika yang telah disepakati bersama oleh para kyai, ulama dan umara’. Jangan sampai pula perbedaan yang penuh hikmah itu berubah menjadi musibah bagi bangsa ini. Karena itu sama artinya kita telah tidak amanah menjaga titipan nenek moyang kita yaitu ‘Indonesia’ dan secara otomatis menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan oleh Allah swt.

Para sidang jum’at rohimakumullah...
Inilah cita-cita Bhinneka Tunggal Ika, dan juga semangat dasar dari persaudaraan. Pasalnya, pengalaman pahit bangsa kita selama ini yang ditimpa berbagai konflik dan kerusuhan, mengisyaratkan bahwa keragaman bangsa Indonesia, apabila tidak disikapi secara jernih dan bijak, akan menjadi bom waktu yang bisa meledak setiap saat.

Untuk itu, kaum muslimin sebagai umat terbanyak di Indonesia, haruslah memberikan teladan dalam mewujudkan persatuan, kesatuan dan kedamaian di tengah-tengah kemajemukan bangsa ini. Rujukan asasi yang harus dipegangi adalah teladan Nabi Saw. sepanjang hayatnya. Pengalaman Rasulullah saw. menunjukkan betapa bahayanya pencampuradukan antara kepentingan politik dan isu-isu agama. Agama memang bukan faktor pemicu berbagai peselisihan antarumat. Tetapi isu-isu agama sangat sensitif dan mudah tersulut.

Karena itu sejarah pernah mencatat pesan Nabi Muhammad saw kepada para sahabatnya bahwa jika suatu saat nanti umat Islam berhasil mencapai Mesir dalam futuhat kelak, yang harus diperhatikan adalah memperlakukan masyarakat Mesir dengan baik tanpa terkecuali. Sikap simpatik ini disampaikan Nabi Muhammad ketika menerima hadiah persahabatan dari Gubernur Mesir, Muqaiqis, yang notabene seorang non-muslim. Ramalan Nabi terbukti, dan Khalifah Umar ibn al-Khattab berpesan kepada Amr ibn Ash yang berhasil menguasai Mesir agar memperlakukan rakyat Mesir secara manusiawi.

Para jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah...
Sekali lagi marilah dalam kesempatan ini kita benar-benar memegangi ajaran dan dan sunnah Rasulullah saw. Semoga Allah swt. senantiasa memberikan kepada kita petunjuk dan hidayahnya dalam menjaga amanah bangsa dan memberikan kemampuan kepada kita untuk mengelola perbedaan menjadi hikmah dan ni’mah. Amin.

بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم


Salam Djimodji

Mari Bersama Membangun Moral Bangsa

الحمد لله رب العالمين وبه نستعين على امورالدنيا والدين. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين. اما بعد
فياعباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله فقد فاز المتقون, وقال الله تعالى "ياأيهاالذين أمنوا اتقوالله حق تقاته ولاتموتن إلا وأنتم مسلمون" وقال النبي صلى الله عليه وسلم: اتق الله حيثما كنت واتبع السيئة الحسنة تمحوها وخالق الناس بخلق حسن. صدق الله العلي العظيم وصدق رسوله النبي الحبيب الكريم, والحمد لله رب العالمين.

Hadirin Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Marilah kita meningkatkan taqwa kita kepada Allah swt. semoga setiap perilaku kita senantiasa dalam kontrol yang Maha Kuasa, sehingga kita semua terhindar dari berbagai godaan yang menyesatkan kita dari tuntunan agama-Nya. Tidak hanya godaan dosa besar, tetapi juga godaan yang menggoyahkan kepribadian kita sebagai sorang muslim yang bertaqwa.

Hadirin Jama’ah Jum’ah yang Berbahagia
Kita semua mengerti dan faham bahwa moralitas merupakan pranata yang paling utama dalam menata masyarakat dan bangsa. Berbagai centeng-preneng kasus yang terjadi di negeri ini, mulai dari problema sosial, ekonomi, kultural, budaya maupun agama ternyata tak bisa dipahami secara tehnis-mekanis belaka. Sudah berapa banyak seminar diadakan sudah seberapa sering pelatihan dilaksanakan, dan sudah tak berbilang khutbah-khutbah diperdengarkan. Seolah semuanya seperti angin lalu. Tak ada imbas dan manfaatnya. Karena sesungguhnya seruan itu dianggap formalitas belaka. Inilah tanda-tanda kemerosotan budi di negeri ini. Semua orang saling menilai dan mencurigai, hampir tidak ada orang yang bisa dianggap baik, bahkan orang tua dikritik, ulama dicaci, pemerintah didemo apalagi teman sebaya, hampir tak ada harga. Lantas siapa yang hendak di dengar. Bukankan Allah swt berfirman dalam surat al-‘Ashr,

وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Demi waktu, Sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi, Kecuali orang-orang yang beriman dan berbuat kebaikan, dan saling menasihati untuk kebenaran, dan saling menasihati untuk kesabaran.

Jika nasehat-nasehat tak dianggap, Apa gerangan yang terjadi? Bukankah ini menunjukkan kemerosotan akhlaq yang paling mengerikan?

Jam’ah Jum’ah rahimakumullah
Kata moral sering diidentikkan dengan budi pekerti, adab, etika, tata krama dan sebagainya. Dalam bahasa arab sering disebut dengan kata al-akhlaq atau al-adab. Al-Akhlaq merupakan bentuk jamak dari kata “al-khuluq”, artinya budi pekerti atau moralitas. Kata yang disebutkan hanya dua kali dalam al-Quran pertama dalam al-Syu’ara 137 yang berbunyi:

إِنْ هَذَا إِلَّا خُلُقُ الْأَوَّلِينَ
Yang artinya:
(agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu

dan yang kedua dalam surat al-Qalam 4;
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
Yang artinya:
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung

pada mulanya kata khuluq ini diproyeksikan sebagai sandingan kata “al-khalq” yaitu ciptaan. Sungguhpun berasal dari akar kata yang sama (kh-l-q), kedua istilah tersebut memiliki arti yang bertolak belakang. Al-Khuluq merupakan karakteristik ketuhanan yang bersifat immateri dan permanen. Sedangkan al-khalq sebagai partner keberadaan manusia yang bersifat materi, bisa dilihat dan sementara. Keduanya tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Meniadakan salah satunya berarti akan memudarkan jati diri manusia. Karena itu, manusia sejati (insan al-kamil) adalah pengungkapan ahsan taqwim, format ciptaan Tuhan yang terbaik, baru bisa terwujud jika antara al-khuluq memiliki irama dan ritme yang selaras dengan al-khalq.

Hadirin Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Kita semua tahu bahwa selain diberi hati nurani yang senantiasa menegakkan ciri ketuhanan (al-khuluq), dalam diri kita juga terdapat hawa nafsu yang cenderung tergiur oleh materi yang nisbi dan instan. Setiap saat terjadi tarik menarik antara keduanya. Jika kemenangan dipihak nafsu, manusia akan turun derajad dan moralnya. Sedangkan jika hati nurani mampu mengungguli nafsu, orang tersebut akan naik derajadnya, moralnya terpuji dan melebihi makhluk Tuhan lainnya.
Manusia yang terakhir inilah yang layak menjadi wakil Tuhan di muka bumi (khalifatullah fi al-ardhi) untuk mengelola alam semesta. Sebaliknya, apabila dunia seisinya ini diurus oleh tangan-tangan manusia yang bermoral rendah, yang tak mampu menyeimbangkan antara format al-khuluq dan al-khalq, pastilah-cepat atau lambat-kehancuran dan kebinasaan akan menimpa dunia. Kisah Qabil, Namrud, Fir’aun, Qarun, kafir Quraisy, dan sebagainya adalah sebagian tamsil manusia yang menyalahi karakter Ilahiyah dalam mengimplementasikan diri sebagai wakil Tuhan di bumi.
Moralitas merupakan sesuatu yang dilakukan bukan diucapkan, tindakan bukan tulisan, pelaksanaan bukan kekuasaan, pengamalan bukan hafalan, kenyataan bukan penataran, esensi bukan teori, realitas bukan identitas, dan seterusnya. Eksistensinya tidak bisa dibuat-buat, dipalsukan maupun sekedar simbolik. Canggihnya teori, banyaknya ajaran, tingginya kedudukan dan jabatan, indahnya paras wajah, melimpahnya harta bukanlah jaminan akan baiknya moral seseorang. Tidak mustahil, orang yang miskin justru lebih bermoral ketimbang mereka yang berduit, rakyat jelata lebih bermoral ketimbang pejabat.
Moralitas yang luhur merupakan karakteristik ketuhanan yang melekat pada diri manusia dan bersifat universal, kekal dan esensial. Allah swt. akan memilih diantara hamba-hamba-Nya yang taat untuk menampakkan karakteristik tersebut. Perbedaan ras, golongan, suku bangsa, bahasa, negara bahkan agama tidak menjadi penghalang bagi realisasi moralitas mulia. Eksistensinya bersifat lintas etnis, lintas agama, budaya dan bahasa.
Tidaklah musykil, seseorang yang secara formal mengaku sebagai penganut agama tertentu, hafal kitab sucinya, faham norma-normanya, tapi praktiknya justru bertolak belakang. Malah orang yang tak mengaku beragama secara formal, justru lebih bermoral. Na’udzubillahi min dzalik.

Jama’ah Jum’ah yang disayangi Allah
Marilah kita bersama-sama saling mengingatkan, bahwa dunia ini hanyalah sementara. Akhirat menenti kita selamanya. Hendaknya kita perkuat posisi hati nurani kita dengan berpegang kepada ajaran Islam. Jika secara pribadi kita lemah memahami Islam, marilah kita dengarkan pengajian para ustadz dan kyai. Siapapun mereka, dari manapun organisasinya, jikalau memang yang diucapkan bermanfaat bagi diri kita, alangkah baiknya kita ambil suritauladannya. Tidak perlu kita memagari diri dengan mencoba melihat detail siapa yang berbicara bukankah dia adalah mantan ketua partai A. Atau dulu kan dia direktur Perusahaan B. Siapapun yang berbicara jika isi dan kandungan informasinya berguna hendaklah kita hormati dan pelajari. Seperti kata pepatah arab Undzur maqal wa la tandhur man qal. Perhatikan isinya, jangan lihat siapa yang berbicara.

Para hadirin Jam’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah
Marilah di akhir khutbah ini kita sama-sama merenung, sudah tepatkah sikap kita selama ini sebagai seorang muslim yang berada di tengah-tengah negara yang semakin menunjukkan kemerosotan etika ini. Yakinkah bahwa kita tidak ikut menurunkan moralitas bangsa ini. Benarkah kita sudah berusaha menjadi bagian yang tersadarkan? Marilah kita mulai dari diri sendiri. Dari hal yang paling terkecil, kita kurangi berprasangka buruk terhadap orang lain. Apalagi sesama muslim.

بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم



Salam Djimodji

Islam dan Semangat Berkarya

الحمد لله رب العالمين وبه نستعين على امورالدنيا والدين. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين. اما بعد
فياعباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله فقد فاز المتقون, وقال الله تعالى فى القرأن العظيم وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ الله العلي العظيم

Hadirin Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Pada kesempatan jum’at kali ini, marilah kita bersama-sama saling mengingatkan kebenaran dan kesabaran. Al-Quran mengingatkan kepada kita agar kita semua tidak termasuk dalam golonganya orang-orang yang merugi. Dengan terus berusaha mengerjakan segala perbuatan dan usaha yang terbaik bagi kita semua. Menjadi manusia yang beriman berarti menjadi manusia yang idealis dan bercita-cita. Dengan segala upaya dan kesabaran mari bersama-sama mewujudkan cita dan idialisme kita, sebagai seorang muslim yang hidup dalam negara ‘baldatun’ thayyibatun wa rabbun ghafur.

Para Jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah
Islam mendorong umatnya untuk terus melakukan perubahan ke arah kehidupan yang lebih maju, baik dari segi lahiri maupun batini. Hendaknya perubahan tersebut berakar dari masing-masing individu dan kemudian mengarah kepada perubahan masyarakat dan umat. Di sisi lain kemiskinan merupakan kenyataan yang tak terhindarkan di negara ini. kondisi yang berpotensi menghambat terwujudnya kesejahteraan secara lahiriyah. Karena itu Islam mewajibkan setiap muslim untuk berpartisipasi menanggulangi kemiskinan sesuai dengan kemampuannya. Anjuran itu berlaku juga bagi seseorang yang tidak mempunyai kemampuan materi, yaitu dengan menyumbangkan pemikiran dan simpatinya. Bahkan al-Quran mengecam dengan pedas orang-orang yang tidak berpartisipasi dalam pengentasan kemiskinan sebagai kelompok yang mendustakan agama (QS. Al-Ma'un:1-3).

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ

Artinya:
Apakah engkau melihat orang yang mendustakan catatan kehidupan [agama]? Itulah orang yang menghardik anak yatim, Dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.


Jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah
Dalam diri manusia terdapat dua naluri yaitu naluri seksual dan naluri kepemilikan. Naluri kepemilikan akan mendorong manusia untuk bekerja dan berusaha. Bagi Islam, segala macam pekerjaan dan usaha yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam adalah terpuji. Sebaliknya, pengangguran dan ketidak telitian dalam pekerjaan merupakan kondisi yang sangat tercela dan perlu mendapat kecaman. Dalam satu hadis disebutkan bahwa:

ان الله يحب عبده اذا عمل اتقن في عمله

Sesungguhnya Allah mencintai hambanya yang teliti dalam pekerjaanya.

Etos kerja yang dilandasi visi dapat mengarahkan gerakan ekonomi rakyat pada satu tujuan, yaitu kemakmuran yang dinikmati oleh secara merata. Hal ini penting mengingat sistem ekonomi sekarang ini telah melahirkan kelompok kecil yang menguasai aktivitas perekonomian dunia dari hulu sampai hilir serta di sisi lain ketidakmampuannya mengangkat kelompok besar masyarakat dunia untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi. Realitasnya, masyarakat Indonesia yang miskin berada di dalam negara yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah adalah merupakan hal yang sangat memperhatikan.

hal ini sangat bertentangan dengan tuntuanan al-Quran yang selalu menyerukan tatanan masyarakat yang etis dan egalitarian. Maka Islam sangat menentang ketidakadilan sosial terjadi di tengah masyarakat.

Jama’ah Jum’ah yang disayangi Allah
Dalam sejarahnya, Nabi Muhammad saw mempunyai langkah strategis dalam upaya menghindarkan umat dari ketidak adilan sosial. Beliau saw pernah menolak memberikan bantuan keuangan kepada seseorang yang terlihat mampu bekerja dan justru beliau memberi alat bekerja agar digunakan untuk bekerja keras. Memang harus diakui bahwa solidaritas sosial tidak dapat menyelesaikan persoalan kemiskinan secara tuntas. Namun yang terpenting di sini menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial terhadap masing-masing individu, terutama bagi mereka yang mempunyai kemampuan materi yang berlebih. Karena itu perlu ada penetapan hak dan kewajiban bagi kelas menengah ke atas sehingga muncul kesadaran tanggung jawab sosial untuk menciptakan keadilan kesejahteraan di tengah masyarakat. dalam konteks ini Islam mengajarkan konsep zakat yang merupakan hak delapan kelompok yang ditetapkan maupun melalui sedekah wajib yang merupakan hak bagi yang membutuhkan bantuan.

Jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah
Untuk meraih cita-cita diatas dengan meningkatkan etos kerja dalam setiap pekerjaan kita perlu memperhatikan beberapa konsep Islam, diantarantya Al-Kafaah wa at-Ta’ahhul yaitu proprosinal dan profesinal. Dalam melakukan setiap pekerjaan hendaknya kita harus memperhatikan pekerjaan yang kita lakukan apakah kita sudah cocok, baik dan mampu untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Dan juga apakan kita sudah profesional dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. Selanjutnya Al-Infitah yaitu trasparansi dalam setiap perkejaan. Dengan trasparansi kita dapat menerima banyak masukan dan kritikan yang membangun dari kekurangan kita untuk kita perbaiki lagi ke arah yang lebih baik. Kemudian At Ta’awun alal Birri wa Taqwa yaitu membangun kemitraan yang posistip dan solid. Karean dengan kemitraan yang baik dan kesolitan kita akan dapat dengan mudah menyelesaikan segala persoalan yang menghadang. Dan terakhir Al-Mas’uliyah yaitu bertanggung jawab. Setelah kita menerapkan tiga hal di atas kita juga harus siap bertanggung jawab atas hasil dari pekerjaan yang kita lakukan.

Para jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah...
Di akhir khutbah ini kita menyadari bahwa keterlibatan seseorang dalam upaya meningkatkan etos kerja dalam rangka untuk kemajuan dan pengentasan kemiskinan merupakan salah satu bentuk ibadah dan tanggung jawab pribadi muslim dalam rangka meraih kebahagiaan di dunia dan akherat.

بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم



Salam Djimodji

Sabtu, 12 Maret 2011

Tragedi Dompet Kulitku..


Alkisah.,
Gambar Proklamator Soekarno-Hatta di lembaran uang pecahan Rp.100.000,- sedang berbincang santai di suatu sore bersama tumpukan lembaran uang lain nya dalam sebuah dompet kulit.
"Kadang saya ini sering iri kalau melihat Kapiten Pattimura di duit seribuan itu". Kata lukisan Bung Karno memulai perbincangan.
"Lho., memangnya ada apa dengan beliau"? Tanya lukisan Bung Hatta sambil memperbaiki posisi kacamata bingkai tebalnya.
"Lha coba anda bayangkan saja, hubungan dia begitu dekat dengan rakyat kecil dibanding kita-kita ini. Padahal aslinya saya ini dikenal dekat dengan orang-orang kalangan menengah ke bawah dan orang-orang susah". Kta lukisan Bung Karno dengan agak geram.
"Maksud anda bagaimana sich"? Tanya lukisan Bung Hatta makin penasaran.
"Coba perhatikan, Kapiten Pattimura itu di zaman sekarang sangat akrab dengan tukang sayur, pedagang asongan, tukang parkir, pak ogah yang bantu mengatur lalu lintas di perempatan, apalagi sama pengemis pinggir jalan. Dia juga sering i'tikaf dalam kotak infak di masjid, juga dalam keranjang sumbangan keliling". Jawab Bung Karno berapi-api.
"Sekarang lihat kita.., saya rasanya malu sekali. Kita malah sekarang sering nongkrong dimana coba? Di bioskop, di mall, supermarket dan pusat-pusat perbelanjaan di kota-kota besar. Dan kita sering sekali dibawa ke restoran-restoran mewah, toko-toko perhiasan dan toko pakaian kelas atas. Saya sekali-sekali juga ingin merasakan masuk dalam kotak infak di masjid itu, atau diajak berkunjung ke rumah pengemis lumpuh di pojokan toko sana. Siapa tau anaknya sekarang sedang menunggu dia pulang ke rumah untuk membeli beras buat dimasak untuk makan malam nanti".
"Wah..., pasti menyenangkan ya mendengar do'a dan ucap syukur mereka saat sang pengemis itu membawa saya berkunjung ke rumahnya". Mata lukisan Bung Karno menerawang membayangkan kejadian itu.
"Iya ya Pak, saya sbenarnya juga merasakan hal yang sama seperti yang Bapak-Bapak rasakan". Tiba-tiba lukisan I Gusti Ngurah Rai di pecahan uang Rp.50.000,- yang sedari tadi mendengarkan perbincangan itu ikut nimbrung.
"Saya juga sering merasa tak enak hati pada lukisan Kapiten Pattimura. Pernah sich saya kadang-kadang ikut masuk dalam kotak infak di masjid.., daaan... Wuiiiih..., isinya penuh dengan lembaran Sang Kapten Pattimura. Ya memang ada beberapa lembaran Tuanku Imam Bonjol dan Cut Nyak Dien disana, tapi itu juga masih bisa dihitung pakai jari". Sambung lukisan I Gusti Ngurah Rai.
Tiba-tiba terdengar suara serak berat dari salah satu lukisan pada lembaran uang di dompet itu.
"Sudahlah..., mudah-mudahan nanti kalian akan sering mencicipi nikmatnya masuk ke dalam kotak infak di dalam masjid itu, atau dibawa pergi berkunjung ke rumah mereka yang dhuafa itu". Serentak mereka menoleh mencari asal suara tadi. Ternyata itu suara lukisan Kapiten Pattimura. Terlihat lembarnya sudah sangat kusam dan dekil pertanda sudah sangat sering berpindah tangan. Jauh berbeda dengan lukisan Soekarno-Hatta juga I Gusti Ngurah Rai yang masih terlihat rapi dan licin.
"Manusia umumnya masih belum faham kalau harta milik mereka yang sesungguhnya adalah apa yang mereka berikan yang bisa memberi manfaat bagi orang lain. Mereka terlalu egois untuk memenuhi keinginan-keinginan mereka saja dan jarang mau memperhatikan orang-orang di sekitar mereka yang membutuhkan. Dan herannya, hanya untuk sesuatu yang tidak terlalu penting pun mereka tidak segan-segan mengeluarkan uang seberapa pun jumlahnya untuk memenuhi hasrat keduniawiannya itu". Sambung Kapiten Pattimura. Yang lain hanya manggut-manggut mendengan penjelasan itu.
Selang beberapa waktu tiba-tiba terdengar suara seorang manusia dari luar dompet yg pengap.
"Tolong Pak, berilah saya sedekah, keluarga kami belum makan dari kemarin Pak...".
Pemilik dompet mengeluarkan dompetnya dari saku celananya. Jari-jemarinya menyentuh dan memilih satu-persatu lembaran uang yang ada di dalam. Semua penghuni dompet menahan nafas sambil berharap mereka lah yang akan dibawa pergi untuk kali ini. Dan selembar uangpun akhirnya berpindah ke tangan si pengemis. Selembar uang kumal bergambar Kapiten Pattimura. Dengan tersenyum kecut Sang Kapiten melambaikan tangan meninggalkan lembaran-lembaran yang lain yang hanya menghela nafas panjang... Kecewa!!

Mengenal Wali Songo


Keberhasilan penyebaran Islam di Jawa tidak lepas dari peran Ulama Sufi yang tergabung dengan Wali Songo. Proses Islamisasi yang dilakukan Wali Songo berlansung pada abad ke-15 (masa kesultanan Demak).

Kata Wali, berarti : pembela, teman dekat, dan pemimpin. Dalam hal ini biasa diartikan sebagai orang yang dekat dengan Allah SWT (Waliyullah). Sedangkan kata Songo (bahasa Jawa) berarti sembilan. Jadi secara umum Wali Songo berarti sembilan Wali yang dianggap telah dekat dengan Allah SWT., yang terus menerus beribadah kepada-Nya, dan memiliki kekeramatan (kemuliaan, keistimewaan, atau keluarbiasaan) dan kemampuan diluar kebiasaan manusia.

Mereka yang tergolong Wali Songo tersebut adalah :

1. Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim (wapat di Gresik tahun 1441 M). Sebelum datang ke Jawa, ia menetap di Kerajaan Pasai atau Perlak di Aceh. Menurut sumber sejarah, salah seorang raja Kerajaan Campa mempunyai beberapa orang putri. Salah seorang putri itu dijadikan istri Raja Majapahiat, Sri Kertawijaya, yang memerintah Kerajaan Majapahi. Perkawinan itu melahirkan Arya Damar, Adipati Sriwijaya. Putri lain dari Raja Campa itu dikawinkan dengan Maulana Malik Ibrahim, dari hasil perkawinannya itu kemudian melahirkan Raden Rahmat (Sunan Ampel).

2. Sunan Ampel atau Raden Rahmat (lahir di Campa, Aceh tahun 1401 dan wapat di Ampel tahun 1481). Beliau adalah penerus cita-cita dan perjuangan Maulana Malik Ibrahim, dan terkenal sebagai perancang pertama kerajaan Islam di Jawa, dan dialah yang mengangkat Raden Fatah sebagai sultan pertama Demak. Ia memulai aktivitasnya dengan mendirikan pesantren pertama di Jawa Timur, yaitu Pesantren Ampel Denta di dekat Surabaya. Di pesantren inilah Sunan Ampel mendidik para pemuda Islam untuk menjadi da’i yang akan disebar ke seluruh Jawa. Diantara pemuda yang dididiknya antara lain ; Raden Paku yang kemudian dikenal dengan nama Sunan Giri, Raden Fatah (putra Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit) yang menjadi sultan pertama kesultanan Islam di Bintoro (Demak), Raden Makhdum Ibrahim (putra Sunan Ampel sendiri) yang kemudian dikenal dengan nama Sunan Bonang, Syarifuddin yang kemudian dikenal dengan nama Sunan Drajat, Maulana Ishak yang diutus untuk mengislamkan Blambangan.

3. Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim (lahir di Ampel, Surabaya tahun 1465 dan wapat di Tuban tahun 1525). Ia dianggap sebagai pencipta gending pertama untuk mengembangkan Islam di pesisir utara Jawa Timur. Sunan Bonang dan para wali lainnya dalam menyebarkan agama Islam selalu menyesuaikan diri dengan corak dan kebudayaan masyarakat Jawa yang sangat menggemari wayang dan musik gamelan. Syair lagu gamelan ciptaan wali berisi pesan tauhid, sikap menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Setiap bait lagu diselingi syahadatain dan gamelan yang mengiringinya disebut sekaten.

4. Sunan Giri atau Raden Paku atau Sultan Abdul Fakih (lahir di Blambangan pada pertengahan abad ke-15 dan wapat di Giri tahun 1506). Ia adalah putra Maulana Ishak. Salah seorang saudaranya juga termasuk Wali Songo yaitu Raden Abdul Kadir (Sunan Gunung Djati). Dalam perjalanan ibadah haji ke Mekkah Sunan Giri dan Sunan Bonang mampir di Pasai untuk memperdalam pengetahuan keislaman. Ketika itu Pasai menjadi tempat berkembangnya Ilmu Tauhid, Keimanan dan Ilmu Tasawwuf. Disini ia menemukan Ilmu Laduni sehingga gurunya memberi anugerah gelar ‘Ainul Yaqin. Ia banyak mengirim juru dakwah ke luar jawa seperti : Madura, Bawean, Kangean, Ternate, dan Tidore.

Sunan Giri terkenal sebagai lambang pemersatu bangsa Indonesia yang dirintis pada abad ke-15 Masehi. Jika Gajah Mada dipandang sebagai pemersatu bangsa dengan kekuatan meliter dan politiknya, maka Sunan Giri dikenal dengan ilmu dan pengembangan pendidikannya.

5. Sunan Drajat atau Raden Kosim atau Syarifuddin (lahir di Ampel Denta, sekitar tahun 1470 dan wapat di Sedayu Gresik pada pertengahan abad ke-16). Hal paling menonjol dalam dakwah Sunan Drajat adalah perhatiannya yang sangat serius pada masalah-masalah sosial sehingga ia dikenal berjiwa sosial. Ia juga dikenal sebagai pencipta tembang Jawa, yaitu tembang Pangkur yang hingga sekarang masih banyak digemari masyarakat.

Pemikiran kesufian Sunan Drajat yang menonjol adalah upaya menyadarkan manusia dari ambisi jabatan dan kedudukan yang akan mendorong manusia untuk menikmati dunia dengan pola hidup berfoya-foya dan memuaskan nafsu perut. Ia berpendapat, perut adalah sumber segala syahwat dan penyakit jasmani dan rohani. Jika perut diisi makanan dan minuman enak, timbulah nafsu serakah, yang kemudian timbullah nafsu-nafsu yang lain, seperti ; syahwat kelamin, permabukan, perjudian, dan lain-lain.

Karena pola hidup mewah harus dicapai dengan jalan menguasai pangkat dan kedudukan, maka orang berlomba mengejar pangkat dan kedudukan meskipun dengan jalan kezholiman, kecurangan dalan politk dan makar. Untuk itulah Sunan Drajat selalu menyuruh santrinya agar memelihara perutnya; makan dan minum sekedar yang dibutuhkan bagi kesehatan jasmani dan rohani dan tidak berlebihan. Makan dan minum tidak sembarangan tetapi yang suci dan halal agar zat-zat darah yang terbentuk darinya menjadi bersih untuk perbuatan anggota badan sehingga menumbuhkan kejernihan berfikir. Diingatkannya, bahwa perut yang kenyang dapat menjadi sumber segala penyakit dan menyebabkan otak menjadi tumpul, malas berfikir, dan malas menjalankan ibadah kepada Allah.

Kepada pembesar negara, Sunan Drajat menasihati mereka agar selalu memperhatikan kesejahteraan rakyat.

6. Sunan Kalijaga atau Raden Mas Syahid (lahir akhir abad ke-14 dan wafat pada pertengahan abad ke-15). Beliau terkenal sebagai wali yang berjiwa besar, berwawasan luas, berpikiran tajam dan intelek, dan berasal dari suku Jawa asli. Daerah operasi dakwah Sunan Kalijaga tidak terbatas, bahkan sebagai muballigh ia berkeliling dari satu daerah ke daerah yang lain. Karena dakwahnya yang intelek para bangsawan dan cendikiawan sangat simpati kepadanya, termasuk lapisan masyarakat awam dan penguasa. Dalam melaksanakan pemerintahan Demak, Raden Fatah sangat menghargai nasihat-nasihat Sunan Kalijaga. Ia juga sangat berjasa dalam perkembangan wayang purwa atau wayang kulit yang bercorak islami. Ia juga berjasa dalam membuat corak batik bermotif burung (kukula). Kata tersebut ditulis dalam bahasa Arab menjadi qu dan qila, yang berarti “Peliharalah ucapanmu sebaik-baiknya”.

Pemikiran kesufian yang ditampilkan Sunan Kalijaga adalah tentang konsep zuhud. Pemikiran zuhud-nya bermula dari upaya membangun kesadaran masyarakat pada arti bekerja dan beramal. Orang harus bekerja apa saja asalkan layak bagi martabat manusia. Bekerja untuk memperoleh makanan yang halal dan pantas untuk diri dan keluarganya. Manusia berupaya keras untuk memperoleh kekayaan, tetapi tetap diingatkan agar tidak hidup mewah dan royal terhadap harta. Harta kekayaan yang dimiliki sesungguhnya untuk menunaikan kewajiban zakat, haji, sosial, dan ibadah lainnya.

Mencari harta dan kekayaan tidak boleh menggunakan jalan tercela dan serakah. Oleh sebab itu, sekalipun harta dunia ini penting, tetapi harus diperoleh dengan cara yang halal dan menjuhi cara yang haram, bahkan syubhat. Dibanding dengan keutamaan akhirat maka dunia macam apapun sesungguhnya sangat kecil. Itulah arti sikap zuhud yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga.

7. Sunan Kudus atau Ja’far Sadiq (lahir di Kudus pada abad ke-15 dan wafat tahun 1550). Menurut silsilahnya, Sunan Kudus atau Ja’far Sadiq masih mempunyai hubungan keturunan dengan Nabi Muhammad SAW. Silsilah lengkapnya adalah Ja’far Sadiq bin Raden Usman Haji bin Raja Pendeta bin Ibrahim as-Samarkandi bin Maulana Muhammad Jumadilkubra bin Zaini al-Husein bin Zaini al-Kubra bin Zainul Alim bin Zainal Abidin bin Sayyid Husein bin Ali ra. Diantara para Wali Songo, Sunan Kudus mendapat julukan wali al-‘ilmi (orang yang luas ilmunya). Oleh karena itu, ia didatangi oleh banyak penuntut ilmu dari berbagai daerah di Nusantara. Ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia juga pernah menciptakan berbagai cerita keagamaan dan yang paling terkenal adalah Gending Maskumambang dan Mijil.

8. Sunan Muria atau Raden Umar Said atau Raden Prawoto (lahir abad ke-15). Ia adalah putra Sunan Kalijaga dan berjasa menyiarkan Islam di pedesaan-pedesaan pulau Jawa. Dijuluki Sunan Muria karena pusat kegiatan dakwahnya dan makamnya di Gunung Muria. Dalam rangka berdakwah melalui budaya ia menciptakan tembang dakwah Sinom dan Kinanti.

Sunan Muria mencerminkan seorang sufi yang zuhud, yang memandang sangat kecil pada dunia ini. Oleh sebab itu, ia tidak silau terhadapnya. Tugasnya sehari-hari adalah mengasuh dan mendidik para santri yang ingin menyelami ilmu tasawwuf, didampingi oleh putranya Raden Santri. Seperti halnya sufi-sufi yang lain, Sunan Muria mencermin kan pribadi yang menempatkan rasa cintanya kepada Allah diatas segala-galanya. Sepanjang hidupnya dihabiskan untuk beribadah kepada Allah SWT. Ia melihat sekeliling dengan empat mata; dua mata di kepala untuk melihat dunia di sekitarnya dan dua mata di hatinya untuk melihat kebenaran dan kemuliaan. Cahaya pandangnya senantiasa jauh menembus ke alam yang tak terjangkau oleh akal pikiran. Ia selalu memohon kepada Allah : “Ya Tuhan, beri aku cahaya dan tambahkan cahaya itu. Beri aku cahaya di hati, telinga, mata, rambut, daging, dan tulang, bahkan disetiap butiran darah dan sel-sel syaraf sekalipun”.

Sunan Muria menumpahkan ibadahnya dengan bermunajat kepada Allah SWT. Dia juga mengajarkan tata krama dzikir kepada kepada Allah. Dibawah bimbingannya orang-orang membenamkan dirinya untuk berdzikir kepada Allah. Hatinya senantiasa ingat kepada Allah, dan lisannya tak pernah kering mengucapkan kalimah Laa ilaaha illallah . Tangannya tak henti-hentinya menghitung butiran-butiran tasbih, terkadang diiringi goyangan badannya dari kanan ke kiri sebanyak hitungan dzikir yang dilisankan dengan suara pelan dan syahdu.

Sunan Muria bersama santrinya mengisi hari-hari senggang nya di Tanjung Jepara yang terpencil dari keramaian duniawi untuk berdzikir dan berdo’a.

9. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah (lahir di Mekkah tahun 1448 dan wapat di Gunung Jati, Cirebon Jawa Barat). Ia banyak berjasa menyebarkan Islam di Pulau Jawa, terutama di Jawa Barat. Ia adalah pendiri dinasti raja-raja Cirebon dan Banten. Sunan Gunung Jati adalah cucu Raja Pajajaran, Prabu Siliwangi. Dari perkawinan Prabu Siliwangi dengan Nyai Subang Larang, lahirlah Raden Walangsung sang, Nyai Lara Santang, dan Raja Sengara. Dari Nyai Lara Santang lahirlah Syarif Hidayatullah. Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati mengembangkan agama Islam kedaerah lain di Jawa Barat seperti ; Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa dan Banten. Ia meletakkan dasar pengembangan Islam dan perdagangan orang-orang Islam di Banten tahun 1525 atau 1526. Ketika kembali ke Cirebon, Banten diserahkan kepada anaknya, Sultan Maulana Hasanuddin yang kemudian menurunkan raja-raja Banten. Sunan Gunung Jati mendapat penghormatan dari raja-raja lain di Jawa, seperti Demak dan Pajang, ia diberi gelar Raja Pandita karena kedudukannya sebagai raja dan ulama.


Semoga Bermanfaat