Rabu, 22 September 2010

Kebebasan Bertindak


”Kita harus memilih salah satu dari dua penderitaan: penderitaan karena harus disiplin atau penderitaan karena penyesalan.” (Jim Rohn)



Apa hubungan antara eksekusi dan disiplin? Ternyata, dalam melaksanakan sebuah eksekusi, salah satu kunci yang harus dilakukan adalah disiplin. Mengapa harus disiplin? Sebab, untuk eksekusi diperlukan suatu keteraturan yang berulang, keteraturan yang konsisten. Jadi, tidak cukup hanya melakukan sekali lalu selesai dan berharap memperoleh hasil yang signifikan. Eksekusi adalah sebuah proses, bukan sesuatu yang instan, bukan suatu faktor keberuntungan, bukan durian runtuh dan bukan hadiah yang datang dari langit.



Lihatlah orang-orang yang sukses. Mereka adalah orang yang mampu melakukan disiplin dalam kesehariannya. Tanpa disiplin, seseorang tak akan mampu menyelesaikan segala apa yang telah direncanakan dan diimpikannya.

Disiplinlah yang membuat kita berada di jalur yang tepat untuk mencapai tujuan. Orang yang disiplin tahu apa saja yang perlu dilakukan dan fokus melakukan apa yang harus dilakukan. Akan tetapi, banyak orang sudah merasa “alergi” saat mendengar kata “disiplin”. Disiplin dianggap sebagai sesuatu hal yang kaku, tidak fleksibel, mengekang, dan membosankan. Padahal, disiplin dapat membawa kebebasan untuk bertindak. Lho, kok bisa? Mengapa demikian?

Ini contohnya. Pada waktu kecil, kita diminta oleh orang tua untuk les piano. Kita malas, inginnya main game, membaca komik, atau bermain sepak bola dengan teman-teman. Maka, kita berusaha mencari alasan untuk membolos les piano. Tentu saja hasilnya buruk, tidak ada kemajuan yang berarti dalam bermain piano. Hanya orang yang melakukan dengan disiplin, yaitu suatu keteraturan yang berulang, konsisten, yang dapat membawa kepada kebebasan untuk bertindak. Itulah sebabnya kalau kita rajin les dan latihan piano, maka kita akan memperoleh kebebasan memainkan piano apa pun dan kapan pun. Kebebasan untuk bertindak ada pada disiplin.

Dari sebuah referensi, ada perbedaan antara disiplin dan rutinitas. Di sana dijelaskan bahwa rutinitas adalah sesuatu yang kita lakukan untuk menjaga status quo, seperti menyikat gigi dan bersiap-siap untuk berangkat bekerja, mengganti oli mobil, mengunci pintu, mematikan lampu sebelum tidur, dan lain-lain. Rutinitas tidak membutuhkan banyak usaha keras. Kita tidak perlu bersusah payah untuk melakukannya. Bahkan, mungkin kita melakukan rutinitas tanpa disadari, seperti menyapu, mengepel. Selain itu, rutinitas hanya membutuhkan sedikit pemikiran. Mengerjakan rutinitas tidak memerlukan perencanaan, tidak membutuhkan pengawasan yang serius atau evaluasi. Rutinitas hanya membutuhkan sedikit waktu dan sedikit ketidaknyamanan.

Menerapkan disiplin dalam mencapai tujuan memang merupakan suatu tantangan, karena disiplin menuntut adanya perubahan perilaku. Menurut penelitian John Cotter, orang akan lebih mudah dalam perubahan perilaku apabila melalui proses sebagai berikut:

–Orang mau berubah apabila tidak puas atau tidak nyaman dengan kondisi yang dialaminya;

–Kemudian, orang dapat melihat adanya gambaran ke depan yang lebih baik dan mengetahui cara untuk meraih tujuan itu;

–Untuk meraih tujuan tersebut, disiplin ditegakkan, “dipaksa” dengan sebuah sistem yang teratur dan konsisten;

–Dengan penegakan disiplin, orang terpaksa melakukannya. Ternyata, hal yang dilakukan tersebut mendatangkan hasil dalam waktu singkat, maka orang pun mau melakukan disiplin itu.


Jadi, dapat dikatakan bahwa proses perubahan perilaku adalah dengan Dipaksa – Terpaksa – Bisa – Biasa.


Hal yang sama terjadi dalam organisasi. Suatu organisasi tidak akan mampu melakukan eksekusi atas sebuah strategi jika tidak punya disiplin. Saat organisasi gagal melaksanakan apa yang telah mereka janjikan, penjelasan yang paling mudah diterima adalah karena strategi yang salah. Sebenarnya, jika ditelaah lebih lanjut, bukan strategi yang menjadi akar permasalahan, tetapi strategi gagal karena kurang adanya disiplin dalam melakukan eksekusi.

Lalu, bagaimana caranya agar strategi dapat dihantarkan dengan baik? Disiplin seperti apa yang harus digunakan untuk mengeksekusi itu semua? Franklin Covey meneliti permasalahan eksekusi ini dengan saksama dan jalan keluar dalam eksekusi adalah rangkaian kedisiplinan yang harus dilakukan oleh setiap tim kerja dengan semangat yang tinggi:

1. Disiplin Fokus pada Wildly Important

Setiap orang dalam tim haruslah mengerti dengan jelas akan prioritas-prioritas utama yang akan membawa kesuksesan dan membuat komitmen terhadapnya. Wildly Important Goal (WIG) adalah hal yang harus diutamakan untuk dicapai sebab WIG inilah yang membuat segala perbedaan.

2. Disiplin Bertindak pada Lead Measures

Setiap orang harus tahu dan memiliki komitmen terhadap sedikit aktivitas pekerjaan, 80/20 yang akan memberikan dampak yang terbesar. Setelah itu, dengan menggunakan lead measures, setiap orang dapat mengukur kemajuan pencapaian kinerja mereka.

3. Disiplin Meng-update Scoreboard yang Memotivasi

Dengan adanya scoreboard, setiap orang bisa melihat kemajuan pencapaian mereka setiap waktu, mengukur apakah mereka sedang dalam keadaan “menang atau kalah”. Oleh karena setiap orang ingin menjadi pemenang, maka scoreboard akan memotivasi orang untuk menjadi pemenang.

4. Disiplin Menciptakan Irama Akuntabilitas

Setiap orang melaporkan secara teratur dan berkala mengenai perkembangan pencapaian sasaran.


Dengan melakukan empat disiplin tersebut dalam mengeksekusi strategi sasaran Anda, maka kesempatan untuk mencapai sukses akan meningkat dengan lebih baik. Seperti yang diutarakan oleh Jim Rohn dalam kutipan di atas, bahwa pada dasarnya manusia harus memilih salah satu dari dua penderitaan, yaitu penderitaan karena disiplin atau penderitaan karena penyesalan. Jadi, mana yang Anda pilih?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar