Rabu, 23 Maret 2011

Penyebab Timbulnya Kafir Besar (al-Kufru al-Akbar)

Hal-Hal yang Menyebabkan Timbulnya Kafir Besar (al-Kufru al-Akbar)

Hal-hal yang dapat menyebabkan kafir besar adalah sebagai berikut.

Tidak Menetapkan Pokok Iman secara Mutlak

Hal ini dapat terjadi karena penyimpangan dari syarat-syarat penetapan keimanan dari segi perkataan hati dan perbuatannya, yaitu kepercayaan dan ketaatan. Penyimpangan ini memiliki berbagai bentuk yang semuanya menunjukkan penolakan terhadap apa yang dibawa Rasulullah saw, baik dengan mendustakannya, berpaling darinya, meragukannya, atau mengingkarinya.

Jika perkataan hati yang tercermin dalam pengetahuan dan kepercayaan pada keterangan (berita) yang datang dari Rasulullah saw itu menyeleweng, hal itu merupakan kafir dusta atau berpaling atau ragu.

Ibnu Qayyim ra berkata, “Kafir dusta (takdzib) adalah meyakini bahwa Rasulullah saw dusta. Kafir ini sedikit dan jarang terdapat pada kalangan orang-orang kafir, karena Allah SWT telah menguatkan rasul-rasul-Nya dan memberikan bukti-bukti kepada mereka dan tanda-tanda atas kebenaran mereka, yang dengannya hujjah ditegakkan dan pengampunan (karena kebodohan) ditiadakan.”

Tentang kafir berpaling (i’radh), ia mengatakan, “Pendengaran dan hatinya berpaling dari Rasulullah saw, tidak membenarkannya dan tidak pula mendustakannya, tidak menolongnya dan tidak pula memusuhinya, dan sama sekali tidak menghiraukan apa yang beliau bawa. Jelaslah bahwa sikap tersebut menunjukkan tidak adanya kepercayaan dan tidak pula ketaatan karena berpaling, sehingga hal demikian merupakan kafir yang besar karena sama sekali tidak ada pokok iman di dalam dirinya.”

Adapun jika penyelewengan terjadi pada perbuatan hati dan anggota badan, yaitu ketundukan dan ketaatan, hal itu adalah kafir ingkar dan takabbur, karena adanya pengetahuan di dalam batinnya, bahkan keyakinan dalam dirinya tentang kebenaran berita dari Allah SWT, sebagaimana firman-Nya, “Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan, padahal hati mereka meyakini (kebenarannya). Maka perhatikanlah, betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.” (An-Naml: 14). Ayat ini merupakan dalil tentang kesombongan jiwa dan tabiat-tabiat keingkaran.

Di dalam Ma’arijul Qabul, ia juga mengatakan, “Jika ia menyembunyikan kebenaran, sedangkan ia mengetahui kebenarannya, hal itu adalah kafir ingkar (juhud) dan kitman (menyembunyikan kebenaran).”

Allah SWT berfirman yang artinya, “Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan, padahal hati mereka meyakini (kebenarannya). Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.” (An-Naml: 14).

“Dan setelah datang kepada mereka Alquran dari Allah SWT yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang mereka telah ketahui, lalu mereka ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.” (Al-Baqarah: 89).

“Orang-orang (Yahudi dan Nashrani) yang telah Kami beri al-kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui. Kebenaran itu adalah dari Rabbmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (Al-Baqarah: 146-147).

Jika tidak ada perbuatan hati dan tidak pula anggota badan, sedangkan ia mengetahui berita dari Rasulullah saw dan mengakuinya dengan lisan, maka hal itu adalah kafir ingkar (‘inad) dan takabbur (istikbar), seperti kafirnya iblis dan sebagian orang-orang Yahudi yang menyaksikan bahwa Rasulullah saw benar, tetapi mereka tidak mengikutinya seperti Hayyi bin Akhthab, Ka’ab bin al-Asyraf, dan lain-lain.
Menetapkan Pokok Iman secara Lahir Tanpa Batin

Bentuk kekafiran ini adalah kafir nifaq (munafik), yaitu menampakkan keimanan secara lisan dan perbuatan anggota badan, sementara hatinya tidak mempercayai dan tidak taat pada ajaran agama.

Di dalam kitab Ma’arij Qabul dijelaskan bahwa, “Jika hati kosong dari niat, keikhlasan dan kecintaan disertai ketaatan anggota badan secara lahir, hal itu adalah kafir nifaq, terdapat pengakuan mutlak maupun tidak ada, tidak adanya kepercayaan karena mendustakan maupun meragukan. Allah SWT berfirman, “Di antara manusia ada yang mengatakan: ‘kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian’, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.” (Al-Baqarah: 8).

Para ulama menyebutkan enam macam dari kekafiran ini, yaitu:
Mendustakan Rasulullah saw.
Mendustakan sebagian ajaran yang di bawa Rasulullah saw.
Membenci Rasulullah saw.
Membenci sebagian ajaran yang di bawa Rasulullah saw.
Merendahkan agama Rasulullah saw.
Enggan (benci) berjuang untuk menyebarkan agama rasulullah saw.

Menetapkan Iman secara Hakiki, Kemudian Berpaling darinya

Jika iman tidak dapat terealisasi kecuali dengan terealisasinya unsur-unsurnya dari perkataan dan perbuatan secara lahir dan batin, dan jika kekafiran itu merupakan penyimpangan salah satu dari unsur-unsur tersebut yang menyentuh pokok iman, maka terealisasinya keimanan seseorang tidak lantas menjaminnya terbebas dari neraka, kecuali jika ia meninggal dalam keadaan iman dan tidak ada perkataan, perbuatan, dan keyakinannya yang bertentangan dengan pokok iman.

Jika di dalam diri seseorang terdapat perbuatan, perkataan atau keyakinan yang bertentangan dengan pokok iman, maka keimanannya hilang dan karenanya ia keluar dari iman menjadi kafir. Na’udzubillah (kita mohon perlindungan kepada Allah dari hal ini).

Para ulama telah mengemukakan hal-hal yang bertentangan dengan pokok iman ini di dalam kitab-kitab mereka, baik mengenai hukum murtad (keluar dari Islam), maupun buku-buku khusus yang membahas penyimpangan-penyimpangan tersebut. Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab telah menghimpun penyimpangan-penyimpangan yang bertentangan dengan pokok iman dalam risalah tersendiri, yang merupakan buku yang paling lengkap dalam persoalan ini.

Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan, “Ketahuilah bahwa hal-hal yang bisa menggugurkan (merusak) Islam ada sepuluh macam, yaitu:

Pertama, syirik (menyekutukan Allah) dalam beribadah kepada Allah SWT.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (An-Nisa’: 48).

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya sorga dan tempatnya ia adalah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang yang zalim itu seorang penolong pun.” (Al-Maidah: 72). Contohnya adalah seperti menyembelih bukan untuk Allah, tetapi untuk jin atau kuburan.

Kedua, orang yang membuat perantara-perantara antara dirinya dengan Allah, meminta syafa’at kepada mereka, dan menggantungkan diri kepada mereka. Hal ini kafir secara Ijma’ (konsensus ulama).

Ketiga, orang yang tidak mengafirkan orang-orang musyrik atau meragukan kekafiran mereka atau membenarkan aliran mereka.

Keempat, orang yang berkeyakinan akan adanya petunjuk yang lebih lengkap daripada petunjuk Nabi saw atau hukum lain lebih baik dari hukum beliau, seperti orang yang mendahulukan hukum orang-orang yang sesat daripada hukum beliau.

Kelima, orang yang membenci sesuatu yang di bawa oleh Rasulullah saw, meskipun ia melakukan hal itu.

Keenam, orang yang mengolok-olok sesuatu yang di bawa oleh Rasulullah saw, atau pahala dan siksanya.

“… katakanlah, ‘apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?’ Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman….” (At-Taubah: 65-66).

Ketujuh, Sihir, seperti mantra-mantra dan jampi-jampi. Orang yang melakukannya atau menyetujuinya adalah kafir.

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman itu tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedangkan keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, ‘Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir’. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seseorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui.” (Albaqarah: 102).

Kedelapan, mendampingi dan membantu orang-orang musyrik yang memerangi kaum muslimin.

“Barangsiapa di antara kamu mangambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah SWT tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Al-Maidah: 51).

Kesembilan, orang yang berkeyakinan bahwa manusia dapat keluar dari (boleh tidak mengikuti) syariat Muhammad sebagaimana Khidhir keluar dari syariat Musa as.

Kesepuluh, berpaling dari agama Allah SWT, tidak mempelajarinya dan tidak pula mengamalkannya.

“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabbnya, kemudian ia berpaling daripadanya. Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.” (As-Sajdah: 22).

Semua hal yang disebutkan di atas mempunyai bahaya yang besar, dan sering manusia terjebak di dalamnya. Oleh karena itu, seorang muslim wajib waspada dan menghindarinya serta takut akan hal itu sehingga tidak menimpa dirinya.

Sumber: Al-Jahlu bi Masaailil I’tiqaad wa Hukmuhu, Abdurrazzaq bin Thahir bin Ahmad Ma’asy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar