Sabtu, 12 Maret 2011

Tragedi Dompet Kulitku..


Alkisah.,
Gambar Proklamator Soekarno-Hatta di lembaran uang pecahan Rp.100.000,- sedang berbincang santai di suatu sore bersama tumpukan lembaran uang lain nya dalam sebuah dompet kulit.
"Kadang saya ini sering iri kalau melihat Kapiten Pattimura di duit seribuan itu". Kata lukisan Bung Karno memulai perbincangan.
"Lho., memangnya ada apa dengan beliau"? Tanya lukisan Bung Hatta sambil memperbaiki posisi kacamata bingkai tebalnya.
"Lha coba anda bayangkan saja, hubungan dia begitu dekat dengan rakyat kecil dibanding kita-kita ini. Padahal aslinya saya ini dikenal dekat dengan orang-orang kalangan menengah ke bawah dan orang-orang susah". Kta lukisan Bung Karno dengan agak geram.
"Maksud anda bagaimana sich"? Tanya lukisan Bung Hatta makin penasaran.
"Coba perhatikan, Kapiten Pattimura itu di zaman sekarang sangat akrab dengan tukang sayur, pedagang asongan, tukang parkir, pak ogah yang bantu mengatur lalu lintas di perempatan, apalagi sama pengemis pinggir jalan. Dia juga sering i'tikaf dalam kotak infak di masjid, juga dalam keranjang sumbangan keliling". Jawab Bung Karno berapi-api.
"Sekarang lihat kita.., saya rasanya malu sekali. Kita malah sekarang sering nongkrong dimana coba? Di bioskop, di mall, supermarket dan pusat-pusat perbelanjaan di kota-kota besar. Dan kita sering sekali dibawa ke restoran-restoran mewah, toko-toko perhiasan dan toko pakaian kelas atas. Saya sekali-sekali juga ingin merasakan masuk dalam kotak infak di masjid itu, atau diajak berkunjung ke rumah pengemis lumpuh di pojokan toko sana. Siapa tau anaknya sekarang sedang menunggu dia pulang ke rumah untuk membeli beras buat dimasak untuk makan malam nanti".
"Wah..., pasti menyenangkan ya mendengar do'a dan ucap syukur mereka saat sang pengemis itu membawa saya berkunjung ke rumahnya". Mata lukisan Bung Karno menerawang membayangkan kejadian itu.
"Iya ya Pak, saya sbenarnya juga merasakan hal yang sama seperti yang Bapak-Bapak rasakan". Tiba-tiba lukisan I Gusti Ngurah Rai di pecahan uang Rp.50.000,- yang sedari tadi mendengarkan perbincangan itu ikut nimbrung.
"Saya juga sering merasa tak enak hati pada lukisan Kapiten Pattimura. Pernah sich saya kadang-kadang ikut masuk dalam kotak infak di masjid.., daaan... Wuiiiih..., isinya penuh dengan lembaran Sang Kapten Pattimura. Ya memang ada beberapa lembaran Tuanku Imam Bonjol dan Cut Nyak Dien disana, tapi itu juga masih bisa dihitung pakai jari". Sambung lukisan I Gusti Ngurah Rai.
Tiba-tiba terdengar suara serak berat dari salah satu lukisan pada lembaran uang di dompet itu.
"Sudahlah..., mudah-mudahan nanti kalian akan sering mencicipi nikmatnya masuk ke dalam kotak infak di dalam masjid itu, atau dibawa pergi berkunjung ke rumah mereka yang dhuafa itu". Serentak mereka menoleh mencari asal suara tadi. Ternyata itu suara lukisan Kapiten Pattimura. Terlihat lembarnya sudah sangat kusam dan dekil pertanda sudah sangat sering berpindah tangan. Jauh berbeda dengan lukisan Soekarno-Hatta juga I Gusti Ngurah Rai yang masih terlihat rapi dan licin.
"Manusia umumnya masih belum faham kalau harta milik mereka yang sesungguhnya adalah apa yang mereka berikan yang bisa memberi manfaat bagi orang lain. Mereka terlalu egois untuk memenuhi keinginan-keinginan mereka saja dan jarang mau memperhatikan orang-orang di sekitar mereka yang membutuhkan. Dan herannya, hanya untuk sesuatu yang tidak terlalu penting pun mereka tidak segan-segan mengeluarkan uang seberapa pun jumlahnya untuk memenuhi hasrat keduniawiannya itu". Sambung Kapiten Pattimura. Yang lain hanya manggut-manggut mendengan penjelasan itu.
Selang beberapa waktu tiba-tiba terdengar suara seorang manusia dari luar dompet yg pengap.
"Tolong Pak, berilah saya sedekah, keluarga kami belum makan dari kemarin Pak...".
Pemilik dompet mengeluarkan dompetnya dari saku celananya. Jari-jemarinya menyentuh dan memilih satu-persatu lembaran uang yang ada di dalam. Semua penghuni dompet menahan nafas sambil berharap mereka lah yang akan dibawa pergi untuk kali ini. Dan selembar uangpun akhirnya berpindah ke tangan si pengemis. Selembar uang kumal bergambar Kapiten Pattimura. Dengan tersenyum kecut Sang Kapiten melambaikan tangan meninggalkan lembaran-lembaran yang lain yang hanya menghela nafas panjang... Kecewa!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar