Selasa, 17 Mei 2011
Haji Mabrur Sebatas Pintu
"Tiada pahala haji yang mabrur kecuali surga"
haram2_1_-660x435 PADA suatu masa ketika Abdullah bin Mubarak menunaikan ibadah haji, dia tertidur pulas di Masjidil Haram setelah seharian melaksanakan ibadah haji yang berat dan melelahkan. Dalam mimpinya itu dia melihat dua malaikat turun dari langit menuju Baitullah. Malaikat yang satu bertanya: "Berapa banyak orang yang menunaikan ibadah haji tahun ini?"
Malaikat yang lainnya menjawab: "Enam ratus ribu orang". Dia bertanya lagi: "Berapa banyak yang ibadah hajinya diterima?"
"Tidak seorang pun! Kecuali hajinya seorang tukang sepatu dari Damsyik bernama Muwaffaq. Padahal dia sebenarnya belum sampai ke tanah suci Makkah, tetapi niat hajinya diterima oleh Allah Swt. Semua orang yang melaksanakan ibadah haji pada tahun ini diterima berkat diterima niat hajinya Muwaffaq".
Tiba-tiba Abdullah bin Mubarak terbangun dari tidurnya. Untuk beberapa saat lamanya dia masih tertegun dengan mimpi luar biasa yang baru dialaminya. Masih segar dalam ingatannya percakapan dua malaikat yang membicarakan tentang ibadah haji. Begitupula dengan nama Muwaffaq yang disebut-sebut oleh salah satu dari dua malaikat tersebut.
Setelah merampungkan ibadah hajinya Abdullah bin Mubarak berkemas untuk menuju ke Damsyik. Sesuai dengan mimpinya, dia akan mencari orang yang bernama Muwaffaq. Berkat niat hajinya Muwaffaq itulah ibadah hajinya dan enam ratus ribu orang-orang yang sedang beribadah haji pada tahun ini diterima oleh Allah ibadah hajinya.
Sesampainya di Damsyik, Abdullah bin Mubarak bertanya kepada orang yang dijumpainya akan tempat tinggal Muwaffaq. Akhirnya sampailah dia ke sebuah rumah yang oleh orang-orang ditunjukkan sebagai rumah Muwaffaq. Maka Abdullah bin Mubarak langsung mengetuk pintu rumah tersebut. Ketika itu keluarlah seorang lelaki yang mengaku bernama Muwaffaq: "Saya Muwaffaq, siapakah tuan?"
"Saya Abdullah bin Mubarak, bolehkah saya masuk?"
Setelah dipersilahkan masuk, Abdullah bin Mubarak kemudian menceritakan perihal mimpinya itu. Pada akhir ceritanya, dia bertanya kepada Muwaffaq: "Menurut malaikat engkau belum berangkat haji tetapi hajimu diterima. Selain itu, lantaran ibadah hajimu yang diterima sehingga ibadah haji orang lain juga diterima. Amal Kebajikan apa yang telah engkau lakukan sehingga mencapai derajat yang sedemikian tinggi itu?"
Mendengar pertanyaan seperti itu, Muwaffaq cukup terkesima. Dia tidak langsung menjawab melainkan diam sejenak untuk mencoba mengingat-ingat amal kebajikan yang pernah dilakukannya sampai memperoleh kemuliaan. Setelah dia yakin dengan suatu amal yang ada hubungannya dengan c erita Abdullah bin Mubarak itu, akhirnya Muwaffaq membuka rahasia amal kebajikannya.
"Sudah lama sekali saya bermaksud untuk menunaikan ibadah haji," kata Muwaffaq memulai kisahnya. "Tetapi belum terlaksana juga lantaran belum mempunyai biaya yang cukup. Namun mendadak saya mendapatkan uang sebanyak tiga ratus dirham dari pekerjaanku membuat dan menambal sepatu. Dan dengan uang tersebut saya dapat memenuhi niat untuk menunaikan ibadah haji pada tahun tersebut".
"Namun, ketika saya sudah siap untuk berangkat haji, mendadak isteri saya yang sedang hamil mencium bau makanan yang sedap dari arumah tetangga. Isteriku menginginkan makanan itu. Maka saya pergi ke rumah tetangga tempat asal bau makanan itu".
"Dan setelah saya ketuk pintu rumahnya, keluarlah dari dalam rumah itu seorang perempuan. Maka saya menyampaikan maksud kedatangan ke rumahnya yang tidak lain untuk memenuhi keinginan isterinya yang menginginkan makanan yang sedang dia masak. Perempuan itu menjawab: Kalau demikian halnya, saya terpaksa harus membuka rahasia".
"Di rumah ini", kata perempuan itu, "saya tinggal bersama dengan anak-anak yatim. Dalam tiga hari terakhir ini saya tidak memiliki bahan makanan yang dapat dimasak. Maka saya memutuskan keluar rumah untuk mencari makanan buat anak-anak yatim tersebut".
"Setelah mencari ke sana ke mari saya tidak menemukan makanan. Saya hanya menjumpai bangkai himar yang sudah mulai membusuk. Lalu bangkai himar itu saya potong dan saya ambil dagingnya untuk dibawa pulang. Sesampainya di rumah, daging himar tersebut saya masak. Apabila isterimu menginginkan makanan itu, ketahuilah bahwa makanan tersebut halal bagi kami namun haram untukmu".
Mendengar kisah yang memprihatinkan dari perempuan tersebut, Muwaffaq terharu. Maka dia segera kembali ke rumahnya untuk mengambil uang tiga ratus dirham yang akan digunakan sebagai biaya untuk berangkat haji. Dengan membawa uang tersebut, Muwaffaq kembali menuju rumah perempuan yang hidup bersama dengan anak-anak yatim tersebut. Sesampainya di sana, Muwaffaq menyerahkan seluruh uangnya kepada perempuan tersebut dan memintanya untuk membelanjakannya guna memenuhi keperluan anak-anak yatim yang berada dalam pemeliharaannya".
Abdullah bin Mubarak dengan seksama mendengarkan cerita Muwaffaq tersebut. Dalam hatinya terbesit perkataan, "Inilah amal kebajikan yang menyebabkan diterimanya niat ibadah hajinya sebagai haji mabrur".
"Sebenarnya, ibadah haji saya hanya sebatas di depan rumah", kata Muwaffaq mengakhiri kisahnya.
Abdullah bin Mubarak kagum dengan ketulusan Muwaffaq yang rela mengorbankan uang untuk bekal ibadah hajinya untuk memenuhi kebutuhan anak-anak yatim yang sangat memerlukan pertolongan. Berkat pengorbanannya itu, Allah Swt menerima niat ibadah hajinya sebagai haji mabrur meski sebatas pintu rumah. Bahkan Allah menerima ibadah haji enam ratus ribu orang yang melaksanakan ibadah haji berkat diterimanya hajinya Muwaffaq.
Siapakah yang ingin mencontoh Muwaffaq yang lebih mendahulukan kepentingan anak-anak yatim daripada kepentingannya sendiri untuk berangkat haji?.
Salam DJIMODJI.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar