Kamis, 01 Juli 2010

SEJARAH PEREWANGAN


Perewangan atau “pembantu” gaib, dalam hal ini berwujud makhluk halus, telah ada sejak jaman prasejarah (sebelum manusia mengenal peradaban). Pada masa itu prewangari dalam tingkatan yang terendah, yaitu kesurupan/kemasukan makhluk halus dapat dilakukan oleh seseorang untuk membantu seseorang dalam mengatasi persoalan rumit yang sedang dihadapi. Karena itu “perewangan” selalu berkaitan dengan makhluk halus, apakah dari golongan makhluk siluman, arwah dari orang yang sudah meninggal, anak ambar atau sukma orang-orang sakti yang yang mati moksa (lenyap dengan badan raganya).
Perewangan pada mulanya hanya dikenal dikalangan masyarakat hindu dan budha dimana masih sangat kuat kepercayaan tentang reinkarnasi (kehidupan kembali setelah mati) dan masalah penitisan, dimana roh atau badan halus seseorang yang sudah mati atau moksa (lenyap dengan badan raganya), bisa menitis pada orang lain. Kepercayaan ini sangat erat hubunganya dengan kisah penitisan dalam dunia pewayangan, yang dilakukan oleh para dewa pada diri satria di marcapada (bumi).
Masyarakat Indonesia khususnya Jawa mengenal mengenal masalah perewangan dari berbagai relief yang ada dibeberapa candi. Misalnya dalam relief yang menggambarkan kisah Ramayana di candi Pucangan, terlukis jelas bagaimana shayang Wisnu menitis pada Prabu Rama, Dengan adanya Shangyang Wisnu pada diri Ramawijaya, maka Rama bukan hanya memiliki kesaktian sebagaimana kesaktian yag dimiliki Sanghyang Wisnu, tetapi Rama juga memiliki kewaskitaan, dapat mengetahui segala peristiwa sesudah dan sebelum ia hidup didunia, sebagaimana pengetahuan yang dimiliki sanghyang Wisnu.
Penggambaran tentang penitisan atau Perewangan yang sangat jelas terlukis dalam relief di candi Sukuh, Jawa Tengah dan candi Tegawangi, Jawa timur yang berisi tentang kisah sudamala (dikenal pula dengan ruwat sudamala). Dalam peristiwa ini nampak jelas, bahwa sanghyang guru mempergunakan tubuh Sadewa sebagai alat peraga untuk meruwat Dewi Ranini, nama Dewi Sri Huma yang terkutuk menjadi Durga (raseksi berwajah jelek dan menakutkan). Artinya kemampuan Sadewa untuk meruwat Dewi Ranini karena adanya sukma Shangyang Guru dalam tubuhnya. Dan ketika sukma Sanghyang Guru keluar dalam tubuhnya, Sadewa kembali kekeadaan aslinya, yang tidak memiliki kemampuan untuk meruwat Dewi Ranini.
Terkontaiminasi oleh peristiwa yang terjadi antara Sadewa dengan Sanghyang Guru, maka Orang pun kemudian melakukan berbagai upaya, seperti bertapa, bertirakat untuk mendapatkan mantra gaib yang mampu memanggil dan menguasai roh halus. Bahkan ada diantara mereka yang bertapa atau bersemedi di makam seseorang yang diyakini semasa hidupnya sebagai orang yang berilmu tinggi atau mereka yang mati moksa sehingga diyakini masih hidup dalam bentuk sukma, agar mau menjelma dalam dirinya, menggunakan badan wadag orang itu sebagai perantara ia menjabarkan dan mengamalkan ilmu yang dimilikinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar